Jumat, 03 Juli 2009

DAFTAR ANGGOTA KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA

KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA (KBMI)
Jl∙ Raya Bandung No. 86 kec. Jatinangor, Sumedang
Phone (085294952181 (Email :said_tiena@yahoo∙com,www.muslimbatak.blogspot)

DAFTAR ANGGOTA KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA
(BANDUNG-JAWABARAT)
NAMA Distrik TANDATANGAN HP/TELEPON
1. Muhammad Said Tanjung Sumedang
2. Abdul hakim siregar sumedang
3. Anne Lubis Sumedang
4. Fajar Muflikh Lubis Sumedang
5. Risky siregar Sumedang
6. Imam Muddin Lubis Sumedang
7. Yarham (Leman) Siregar Sumedang
8. Aji Sumedang
9. Fazrin Siregar Sumedang
10. Irfan Nasution Sumedang
11. Rama Kuda diri Sumedang
12. Tiwi Sumedang 12.
13. Sri Chairani (ira) Ginting Sumedang
14. Putri Purba Sumedang 14.
15. Rizki Hasanah Pulungan Sumedang
16. Nurqodama Br Matondang Sumedang
17. Novrizal Sumedang
18. Rusniati Harahap Sumedang
19. Muhammad Fhadil A Lubis Sumedang
20. Muhammad Fauzi Siregar Sumedang
21. Azhar Sagala Sumedang
22. Farani br Lubis Sumedang
23. Rahma Winanti Purba Bandung Barat
24. M Asrul Nasution Bandung Barat
25. Roy Artama Saragi Bandung Barat
26. Riska br Tanjung Bandung Barat
27.Reza Sembiring Bandung
28. Fandi Ginting Bandung
29.Tina Br Sitepu Bandung
30.Ema br Tarigan Bandung
31. Seprina Marpaung Bandung Barat
32. Abdul Reza Silalahi Bandung
33.Fathan Sembiring Bandung
34.Irham Hadi Matondang Bandung Barat
35.Lisvina br sembiring Bandung
36.Uni Ratih Bandung Barat
37.Fika Fatmila br siagian Bandung Barat
38.Behrian Sarwan Pulungan Bandung Barat
39.Horas Rambe Bandung
40. M. Iqbal Damanik Bandung
41. Dahman Sinaga Bandung
42. Hastika Rahayu Hasan Bandung
43. Yudha Hesty Tarigan Bandung Barat
44. Hilmina Fitra br Nasution Bandung
45. Putri Br Surbakti Bandung Barat
46.Sadarudin Parapat Bandung Barat
47.Rizky padanta Tarigan Bandung Barat
48. Elvi Siregar Bandung
49.M.Ridwan dalam Bandung
50.M. Nuh Siregar Bandung
51.Yusuf Harahap Bandung
52. Mahdy Anshory Harahap Bandung
53.Yan Landay Bandung
54. Takin siregar Bandung
55.Muslim Siregar Bandung
56.Bob Tyson Bandung
57.Dara Bandung Barat
58.Faisal Hasibuan Bandung Barat
59.Iswar Lubis Bandung Barat

SUSUNAN PANITIA PELAKSANA MUBES I KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA

SUSUNAN PANITIA PELAKSANA
MUBES I
KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA

Pelindung dan pembina : Prof. Dr. Rustam E. Siregar

Penanggungjawab : Muhammad Said Tanjung

Ketua Panitia : Abdul Hakim siregar

Sekretaris : Risky Hasanah br Pulungan

Bendahara : Nurqomariah br Matondang

Seksi Acara
Koord. : Rusniati br Harahap
: Pratiwi
Seksi Kesekretariatan
Koord. : Hadi Matondang
: Muhammad Fhadil Lubis
Seksi Publikasi dan Dokumentasi
Koord. : Anne br Lubis
: Tina br Sitepu
: Imam Muddin Lubis
Seksi Transportasi dan Akomodasi
Koord. : Fauzi Siregar
: Yarham Siregar
: Muhammad Asrul Nasution
Seksi Konsumsi
Koord. : Rahma Winanti br Purba
: Putri br Purba (Karo)
: Sri Chairani Ginting
Seksi Perlengkapan dan Keamanan
Koord. : Rama Kudadiri
: M. Fazrin
: Roy Artama Saragi
Seksi Humas
Koord. : Fathan Sembiring
: Pratiwi
: Rizky H br Pollungan

SUSUNAN ACARA AGENDA ACARA MUSYAWARAH KBMI

SUSUNAN ACARA
AGENDA ACARA MUSYAWARAH
KBMI
Sabtu, 4 Juli
08.00-10.00 WIB Registrasi Ulang/Persiapan
10.00-11.00 WIB Pembukaan MUBES I
Ibadah
Sambutan Ketua Panitia
Sambutan Dewan Pengurus Pusat Sementara
11.00-11.30 WIB Pengesahan Mubes I
11.30-12.30 WIB Istrahat (Makan Siang dan Shalat zuhur)
12.30-13.00 WIB Pemilihan Ketua Majelis
13.00-13.30 WIB Pengesahan Tata Tertib Sidang dan Pengesahan Agenda Acara
13.30-14.00 WIB Pembagian Divisi + Sidang Divisi
14.00-15.00 WIB Sidang Pleno+Pengajuan dan Pemilihan Ketua
15.00-15.45 WIB Istrahat (shalat ashar)
15.45-16.15 WIB Sidang Lanjutan
16.15-17.00 WIB Penutupan MUBES I
17.15-17.45 WIB Ibadah Penutup
18.00-18.30 WIB Bersiap-siap Pulang

ANGGARAN DASAR KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA
(KBMI)

VISI dan MISI

VISI
Visi Keluarga Mahasiswa Batak Muslim Indonesia adalah Menjadi Sarana Pemersatu dan wadah Batak Muslim yang ada di indonesia untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah Swt dan junjungan nabi besar Muhammad Saw.

MISI
Misi Keluarga Mahasiswa Batak Muslim Indonesia adalah dalam bidang pelayanan yang bergerak dalam bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam anggaran dasar ini yang dimaksud dengan :
1. KBMI adalah kelompok kedaerahan yang didirikan di bandung
2. Anggota adalah Mahasiswa/i, Non Mahasiswa/i yang memenuhi syarat menjadi anggota
3. Kepengurusan adalah perangkat organisasi yang telah dipilih dan diangkat dari dan oleh anggota


BAB II
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT
Pasal 2
Organisasi ini bernama Keluarga Mahasiswa Batak Muslim Indonesia (KBMI) untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

BAB III
BENTUK TUJUAN DAN SIFAT
Pasal 3
KBMI bertujuan sebagai wadah informasi, kekeluargaan, sosial, seni dan budaya, khususnya dalam peningkatan keagamaan dan pendidikan.
KBMI berbentuk semi otonom untuk mengembangkan organisasinya dengan tanpa melanggar peraturan yang ada.

BAB IV
ASAS SEMANGAT
Pasal 4
KBMI berasaskan ketuhanan yang maha Esa dilandasi oleh dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong serta menjunjung tinggi profesionalsme.
Pasal 5
Organisasi ini bersifat kerjasama dan mengutamakan kepentingan anggota pada khususnya dan saudara Muslim serta warga Indonesia umumnya.

BAB V
BADAN KELENGKAPAN
Pasal 6
KBMI paling sedikit memiliki unsur-unsur kelengkapan
1. Musyawarah Umum
2. Musyawarah Luar Biasa
3. Musyawarah Kerja

Pasal 7
Kelengkapan organisasi penjelasan lebih lanjut ditetapkan dalam anggaran rumah tangga.


BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota KBMI adalah :
1. Mahasiswa/I Batak Muslim,
2. Mahasiswa/I Keturunan Batak Muslim.

Pasal 9
Anggota luar biasa adalah Mahasiswa/i yang berasal dari luar Suku Batak.
Pasal 10
Anggota Istimewa adalah Orang yang berjasa dalam bangsa dan negara yang ditunjuk berdasarkan Musyawarah Istimewa.

BAB VII
PENDANAAN
Pasal 11
Dana KBMI bersumber dari iuran anggota dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat,
1. Iuran anggota
2. Usaha yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan organisasi
3. Sumber-sumber lain yang tidak mengikat

BAB VIII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 12
Usulan perubahan anggaran dasar diajukan setelah disetujui oleh 2/3 anggota musyawarah umum KBMI.




BAB IX
PEMBUBARAN KBMI
Pasal 13
Pembubaran KBMI hanya dapat dilaksanakan dalam Musyawarah Umum.

Pasal 14
Keputusan pembubaran KBMI hanya dapat dilakukan jika disetujui oleh sekurang-kurangya 2/3 anggota yang hadir.

BAB X
ATURAN PERALIHAN
Pasal 15
Dengan berlakunya Anggaran Dasar ini semua peraturan pelaksanaan KBMI yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan anggaran dasar lain.

BAB XI
PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran dasar ini akan diatur dalam anggaran rumah tangga atau peraturan pelaksanaan lain yang ditetapkan dalam musyawarah umum.
Pasal 16
Anggaran dasar ini ditetapkan oleh musyawarah umum KBMI yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.






ANGGARAN RUMAH TANGGA KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA
(KBMI)

BAB I
NAMA WAKTU DAN TEMPAT
Pasal 1
1. Organisasi ini bernama Keluarga Mahasiswa Batak Muslim Indonesia disingkat (KBMI).
2. KBMI merupakan organisasi yang berkududukan di Bandung

BAB II
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 2
KBMI bertujuan :
1. Menghimpun potensi anggota dalam organisasi
2. Mengkaji, mengabdi pada masyarakat dan media jurnalistik
3. Menjalin hubungan organisasi dengan organisasi lain
4. Meningkatkan jiwa kekeluargaan (sosial) dan cinta akan budaya leluhur.
5. Mempererat talisilaturahmi Batak Muslim khususnya dan Umat Muslim umumnya.
6. Meningkatkan keimanan khususnya Batak Muslim
7. Di bidang agama mengusahakan terlaksananya ajaran Islam sesuai dengan Al Qu’ran dan Hadits dalam kehidupan bermasyarakat dengan melaksanakan Amar Maruf Nahi Mungkar sesuai Ukhuwah Islamiah
8. Dibidang social dan hukum mengusahakan terwujudnya persatuan, kesatuan dan kekeluargaan serta keadilan di segala bidang kehidupan masyarakat batak muslim khususnya serta umat muslim umumnya.
9. Di bidang Pendidikan, pangajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan, serta pengembangan kebudayaan yang berdasarkan agama Islam untuk membina manusia Muslim bertaqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi Agama, Bangsa dan Negara.
Pasal 3
Organisasi ini berusaha :
1. Membina kerjasama anggota khususnya dan dunia mahasiswa serta masyarakat pada umumnya.
2. Ikut membina dan mengembangkan nalar dan keterampilan masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, sosial, seni dan budaya,
3. Membantu dan memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, sosial,seni dan budaya.
4. Melaksanakan kegiatan lain dan sesuai dengan AD/ART.

BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 4
1. Anggota Muda adalah anggota yang telah mengikuti diklat KBMI dan masa anggota selama satu periode (satu tahun)
2. Anggota Penuh adalah anggota Muda yang telah mengabdi selama satu periode dan keanggotaan tetap berlaku apabila yang bersangkutan Lulus dari Status Mahasiswa/I dalam waktu 2 tahun masa keanggotan pasca kelulusan dan selanjutnya menyandang Alumni KBMI
3. Dewan pembina adalah senior KBMI yang masih berkehendak berpartisipasi dalam kegiatan KBMI
4. Dewan penasehat adalah anggota pengurus dengan ketetapan pengurus.

Pasal 5
Anggota terhormat adalah anggota tidak terikat dalam organisasi (Komunitas Batak Muslim).


Pasal 6
Keanggotaan berakhir bila :
1. Meninggal dunia
2. Meminta berhenti atas kehendak sendiri
3. diberhentikan oleh pengurus karena melanggar AD/ART dan peraturan yang berlaku.
4. Keluar dari status Mahasiswa/I
Pasal 7
1. Berakhirnya kenggotaan mulai berlaku dan hanya dapat dibuktikan dengan catatan di dalam daftar anggota.
2. Permintaan berhenti harus diajukan secara tertulis kepada pengurus
3. Seseorang yang diberhentikan oleh pengurus dapat meminta pertimbangan dalam musyawarah umum berikutnya.
Pasal 8
Alumni KBMI adalah anggota yang keluar dari keanggotaan dikarenakan Lulus dari Status mahasiswa dalam waktu 2 tahun masa kelulusan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 9
1. Anggota Muda
a. Berhak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan KBMI
b. Wajib menaati peraturan KBMI yang beralaku dan menjaga nama baik KBMI
c. Berhak memilih dan dipilih dalam Musyawarah Umum
2. Anggota Penuh
a. Berhak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan KBMI
b. Wajib menaati peraturan KBMI yang beralaku dan menjaga nama baik KBMI.
c. Berhak menyatakan saran baik lisan maupun tulisan kepada KBMI.
d. Berhak memilih maupun dipilih dalam Musyawarah Umum
e. Mempunyai satu hak suara di dalam pengambilan keputusan Musyawarah Umum.
3. Anggota Terhormat
a. Berhak mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan KBMI
b. Tidak berhak memilih maupun dipilih
c. Berhak menyatakan saran baik lisan maupun tulisan kepada KBMI untuk selanjutnya dipertimbangkan oleh Ketua dan dimusyawarahkan pada anggota.

BAB V
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 10
1. Dewan Pembina dan Pengawas
2. Ketua
3. Badan Operasional

BAB VI
MUSYAWARAH UMUM
Pasal 11
Musyawarah Umum merupakan kekuasan tertinggi dalam KBMI, Musyawarah Umum diadakan satu kali periode kepungurusan

Pasal 12
Keputusan yang disahkan Musyawarah Umum berlaku mengikat seluruh unsur yang ada didalam organisasi KBMI
Pasal 13
Musyawarah Umum membahas seluruh atau sebagian dari acara dibawah ini :
a. Pembukaan
b. Pengesahan forum Musyawarah Umum
c. Penetapan dan pengesahan agenda sidang
BAB VII
BADAN PERMUSYAWARAN
Pasal 14
1. Musyawarah umum adalah Musyawarah yang lazim dilaksanakan oleh anggota dan badan operasioanl KBMI apabila telah selesai satu periode kepengurusan
2. Musyawarah Luar Biasa adalah Musyawarah yang dilaksankan apabila ketua atau badan operasional KBMI telah melakukan penyimpangan dari ketetapan Musyawarah umum.
3. Musyawarah kerja adalah Musyawarah yang dilakukan untuk membahas program-program yang akan dilaksanakn oleh badan operasional KBMI

BAB VIII
BADAN OPERASIONAL
Pasal 15
Badan Operasional terdiri dari :
1. Ketua KBMI dipilih dalam Musyawarah Umum
2. Badan Operasional dipilih oleh ketua KBMI terpilih

Pasal 16
Syarat-syarat Badan Operasional adalah :
1. Beriman dan bertaqwa kepada ALLAH Swt.
2. Memiliki kepribadian yang baik
3. Memiliki ketrampilan kerja
4. Berwawasan yang luas
5. Bisa membaca Al’Quran
6. Mempunyai pengertian dan pemahaman mengenai agama islam
7. Aktif mengikuti kegiatan KBMI
8. Memiliki loyalitas yang tinggi terhadap KBMI


Pasal 17
1. Pengurus dipilih untuk masa jabatan satu periode (satu tahun)
2. Pengurus yang telah berakhir masa jabatannya bisa dipilih kembali (maksimal 4 kali masa periode)
3. Bilamana ada badan operasional yang masa jabatannya berakhir, maka ketua KBMI dapat mengangkat penggantinya.

BAB IX
TUGAS, WEWENANG DAN HAK PENGURUS
Pasal 18
Pengurus bertugas :
1. Membantu ketua KBMI dalam program kerja

Pengurus berkewajiban :
2. Melaksanakan AD/ART, peraturan khusus dan musyawarah umum
3. Melakukan pencatatan mengenai perkembangan anggota KBMI Melayani anggota untuk mengetahui infoprmasi perkembangan pengurus
4. KBMI Mencatat kejadian yang terjadi di dalam tubuh KBMI, menyampaikan ketentuan AD/ART dan peraturan lainnya agar diketahui dan ditaati
5. Memelihara kerukunan antar umat beragama
6. Menjaga nama baik Agama Islam dimata Non Muslim
7. Memberikan laporan tentang perkembangan KBMI paling sedikit tiga bulan sekali pada ketua KBMI

Pasal 19
Pengurus bertanggung jawab :
1. Kerugian KBMI secara bersama-sama apabila terbukti bahwa kerugian itu timbul akibat kelalaian atau pelanggaran dalam menjalankan tugasnya.
2. Ketua KBMI atas segala tugas-tugasnya, wewenang dan tanggung jawabnya
3. Pelaksanaan AD/ART, peraturan khusus dan keputusan Musyawarah umum.

Pasal 20
Pengurus memiliki wewenang :
1. Melakukan tindakan –tindakan dalam rangka pelaksanaan AD/ART, peraturan khusus dan keputusan Musyawarah umum.
2. Menyelesaikan perselisian yang timbul karena kepentingan KBMI dengan jalan baik

BAB X
DEWAN PEMBINA
Pasal 21
1. Bagi kepentingan KBMI rapat pengurus dapat membentuk dewan pembina
2. Dewan pembina berperan dalam memberikan saran atau anjuran kepada pengurus untuk kemajuan KBMI baik diminta maupun tidak.

BAB XI
BADAN PENGAWAS
Pasal 22
1. Dewan pengawas terdiri dari anggota dewan pembina terpilih
2. Dewan pengawas berfungsi untuk mengawasi kinerja badan operasional
3. Masa jabatan dewan pengurus adalah satu periode kepengurusan

BAB XII
Pasal 23
1. Musyawarah umum dapat diambil keputusan untuk mengajukan permohonan pembubaran KBMI
2. Keputusan pembubaran ingin dilakukan apabila :
• KBMI tidak mentaati peraturan Organisasi
• Kelangsungan organisasi tidak bisa lagi diharapkan
3. Permintaan perubahan harus disertai dengan berita acara yang antara lain memuat :
• Hari dan tanggal diadakannya Musyawarah umum
• Jumlah peserta yang hadir dalam acara Musyawarah umum
• Alasan pembubaran

BAB XIII
PERATURAN KHUSUS
Pasal 24
Ketua dan pengurus dapat mumutuskan peraturan-peraturan khusus mengenai hal-hal yang belum terdaftar dalam AD/ART ini dengan mempertimbangkan demi penyelamatan dan pengembangan KBMI . Peraturan khusus yang diputuskan ketua dan pengurus memiliki kekuatan mengikat yang sama seperti peraturan lain.

KRITERIA DAN SISTEM PEMILIHAN KETUA KELUARGA MAHASISWA BATAK MUSLIM INDONESIA
A. Kriteria Ketua KBMI
1. Bertaqwa dan beriman pada ALLAH Swt dan Muhammad SAW.
2. Keturunan Batak Muslim Indonesia
3. Memiliki kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas
4. Mampu bekerjasama secara kolektif
5. Mempunyai wawasan yang luas tentang agama Islam
6. Bisa membaca Al’Quran
7. Siap dan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab
8. Tidak menjabat pengurus inti diorganisasi lain
9. Mempunyai hak untuk dicalonkan dan mencalonkan diri
10. Aktif dalam kegiatan KBMI sebelumnya
B. Sistem pencalonan
1. Bakal Calon :
1. Dicalonkan atau mencalonkan diri peserta penuh Musyawarah umum
2. Balon dibatasi maksimal 3 orang
3. Balon diberi kesempatan untuk menyatakan kesediannya
2. Calon :
1. Balon yang telah menyatakan bersedia selanjutnya menjadi calon
2. Setiap calon diwajibkan berkampanye didepan quorum maksimal 5 menit
3. Setiap calon akan diadakan Debat Calon Ketua maksimal 5 menit
C. Sistem pencalonan
1. Pemilihan dilakukan dengan cara Musyawarah
2. Apabila calon ketua lebih dari satu orang, maka dilakukan Voting

Pasal 25
PENUTUP
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini, akan diatur kemudian oleh pengurus melalui rapat pengurus Keluarga Mahasiswa Btak Muslim Indonesia (KBMI). .Dalam bentuk peraturan baru keputusan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Penasehat/ Pembina.

PERATURAN TAMBAHANAN
Uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang para Ketua Umum Terpilih :
• Ketua Umum Terpilih membentuk kepengurusan baru. Membuat dan mendata anggota KBMI yang tertuang dalam surat pernyataan serta membuat data basenya
• Melaksanakan Rapat Kerja dan membuat program kerja terhadap seksi-seksi.
• Menyusun dan membuat kegiataan rutin KBMI (pengajian bulanan, buka puasa bersama, merayakan hari-hari besar keagamaan Islam hari jadi KBMI, Olahraga, SOSEKBUD dan Halal Bi Halal ).
• Mendirikan suatu usaha yang berbadan hokum dan atau berbadan usaha. menjalankan minimal 1 (satu) usaha guna meningkatkan perekonomian KBMI demi tercapainya kesejahteraan seluruh anggota.
• Melakukan lobi khusus kepada anggota yang dianggap mampu untuk menjadi donator.
• Menyusun, mengangkat dan membubarkan semua kegiataan kepanitiaan.Jika terjadi kemalangan ( meninggal dunia ) berkewajiban memberikan sumbangan sukarela yang dikoordinir oleh seksi Kerohanian
Apabila dikemudian hari diperlukan unsur dalam susunan kepengurusan akan ditambah sesuai dengan keperluannya.


























STRUKTUR ORGANISASI KELUARGA BATAK MUSLIM INDONESIA
(KBMI)

Pelindung/ Pembina KETUA


WAKIL BENDAHARA




Ka. Divisi Ka. Divisi Ka. Biro Ka. Biro Ka. Biro
Pengabdian Pendidikan Tata Usaha Logistik SosBud


Ka. Divisi pengabdian
• Advodkasi
• KeSejahteraan
• Kerjasama dan pengembangan
Ka. Divisi Pendidikan
• SDM
Ka. Biro Tata Usaha
• Sekretariat
• Administrasi
• Distrik (cabang)
Ka. Biro Sosial, Budaya dan Seni
• Kerohanian
• Olahraga
• Dll

Pemurtadan Muslimah



Pemurtadan Muslimah, BILA JALAN HALUS KURANG JITU
Oleh : Fakta 24 Mar, 04 - 7:30 am

Ramai muslimah telah jadi korban pemurtadan. Ada yang melalui gerakan goda dan zina, penipuan, ancaman pembunuhan, hingga sihir. Waspadalah!
Tak ramai orang kenal dengan Haji Kacep. Hanya orang-orang yang tinggal di selatan Pasar Tambun yang mengenal beliau. Mungkin sebab itu, kes kematian ustaz ini luput dari pemberitaan media massa.

Kejadiannya berlaku lebih kurang setahun yang lalu. Berawal dari pertemuan puterinya dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut. Kian hari kian akrab. Gadis muslimah itu kian sering dijumpai berduaan dengan sang pemuda.

Sang ayah, H. Kacep, suatu waktu memanggil keduanya. Ustaz itu bagaimana pun tahu bahwa berpacaran adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. �Wa la taqrabuu zina,� demikian peringatan Allah SWT dalam al-Qur�an. Karena hubungan antara puterinya dengan sang pemuda sudah terlihat begitu erat dan berjalan sudah relatif lama, maka sebagai seorang ayah yang bertanggungjawab, H. Kacep berniat untuk meresmikan hubungan kedua insan itu kedalam jenjang pernikahan.

Secara bijak H. Kacep mengutarakan keinginannya pada sang pemuda. Puterinya menyimak baik-baik apa yang dikatakan ayahnya itu. Hatinya berbunga-bunga. Yakin bahwa sang pemuda pujaan tidak akan keberatan dengan maksud ayahnya. Setelah mendengar penuturan H. Kacep, sang pemuda dengan mudah menjawab, �Ya, saya mahu saja menikahi anak bapak. Asalkan pernikahannya dilakukan di gereja!�

Bagai disamber petir di siang hari. Bapak dan anak puterinya terkaget-kaget dibuatnya. Sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa pemuda yang selama ini dekat dengannya ternyata seorang non-Muslim. Padahal dulunya ia pernah sebutkan bahwa dirinya juga Islam. Dari hari ke hari gadis muslimah tersebut mengurung diri di kamarnya. Hingga suatu hari sosok remaja tersebut ditemukan terbujur kaku dengan mulut berbusa. Setin racun serangga ditemukan tergolek di sampingnya. Besar kemungkinan, sesuatu yang berharga telah dipersembahkan gadis tersebut pada sang pemuda hingga ia memilih mati ketimbang menanggung malu.

Kematian puteri tercintanya membuat H. Kacep menangung kesedihan yang amat sangat. Belum lagi cerita-cerita jirannya yang kerap terdengar tidak sedap. Akhirnya H. Kacep jatuh sakit. Dua bulan kemudian, sang ayah menyusul puteri tercintanya ke alam baka. Sekolah Pondok yang dikelolanya pun bubar...

Di daerah Kranji beberapa tahun lalu juga terjadi kasus yang hampir serupa. Seorang Muslimah berteman akrab dengan seorang pemuda. Dari pertemanan tersebut, si gadis pun hamil. Sang ayah yang tahu sedikit banyak tentang Islam pun marah besar. Segera dipanggilnya sang pemuda untuk dimintai pertanggungjawabannya. Juga dengan mudah si pemuda menjawab, �Saya mau nikah dengan anak bapak, asal dilakukan di gereja!�

Ayah beranak itu kaget mendengarnya. Sama sekali mereka tak menyangka siapa gerangan pemuda itu. Tapi sikap dan pendirian sang ayah cukup tegas: ketimbang anaknya murtad, lebih baik menolak mentah-mentah syarat sang pemuda Kristian tersebut. Janin yang dikandung anaknya dibiarkan lahir tanpa ayah. �Kini anaknya dirawat oleh orangtua si gadis,� ujar Drs. Abu Deedat Syihabuddin, MH, Setiausaha FAKTA (Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan) Jakarta.

Di daerah timur Jakarta, sekitar dua tahun lalu, seorang Muslimah cantik asal Sukabumi menjadi korban pemurtadan hingga diperdaya menikah di gereja. Yanti, sebut saja demikian, adalah salah satu korban tipu daya seorang pemuda Ambon-Kristian (Obet) lewat sihir, bahkan pernah diancam akan dibunuh jika tidak mau masuk Kristian.

Setelah kabur dari cengkeraman Obet itu, ia kini berjuang hidup sendiri bersama bayi sembilan bulan hasil pernikahannya. �Saya takut bayi ini juga dikristiankan,� tutur Yanti pada SABILI.

Yanti yang kini baru berusia 22 tahun juga berpesan, �Tolong carikan saya suami yang bisa menerima keadaan saya apa adanya. Saya tidak milih-milih, apa itu bujang, duda, atau pun harus menjadi isteri kedua. Yang penting bisa mendidik saya mendalami Islam, bertanggungjawab, sayang pada saya dan juga pada anak saya.�

Dua tahun yang lalu juga, tepatnya di salah satu pusat Jakarta, anak perempuan seorang Ketua Masjid dinikahkan di gereja. �Anak saya itu sudah menelopon ke sini, katanya dia sudah tidak tahan lagi bersama suaminya itu. Namun entah kenapa, dia juga bilang belum bisa pulang, � tutur ayahnya saat ditemui SABILI di kediamannya. Di Pekayon, anak seorang Batak-Muslim yang giat melawan usaha-usaha pemurtadan di kampungnya, malah hilang diculik aktivis Kristian. �Hingga sekarang anaknya belum kembali,� ujar Abu Deedat.

Masih di Jakarta, di awal tahun 1990-an, seorang setiausaha pengurus pemasaran juga mengalami kasus yang nyaris mirip. Fatma, sebut saja demikian, gadis cantik kelahiran tahun 1968 ini secara gencar didekati seorang Menado-Kristian. Jim, nama samaran lelaki itu, pura-pura masuk Islam dan menikahi Fatma secara Islam. Setelah itu, mulailah Jim memasang perangkapnya dan memaksa Fatma agar mau ke gereja.

Namun Fatma tak kalah cerdik. Di saat Jim tak ada di rumah, Fatma membongkar fail-fail Jim. Ia ingin tahu siapa sebenarnya suaminya itu. Selembar kertas ijazah bertuliskan Sekolah Tinggi Theologi Nehemia Jakarta dengan nama Jim di bawahnya membuatnya kaget. Rupanya Jim seorang Sarjana

Teror Islam di Tanah Batak



Teror Islam di Tanah Batak

Oleh : Batara R. Hutagalung

Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata ini berasal dari Pidari di
Sumatera Barat, dan ada yang berpendapat kata Paderi berasal dari kata
Padre, bahasa Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah
ulama) di Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat
dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya,
sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera
Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu yang masih ada
misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip dengan yang terdapat
di India hingga sekarang.

Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya dibawa
oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina. Setelah kembalinya
beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya
di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama,
yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak kuat melawan
kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung
dari tahun 1816 sampai 1833.

Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya
berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah
Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian mengIslamkan
Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat
dengan tindakan yang sangat kejam.

Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Tanah Batak, selain agama
asli Batak yaitu Parmalim, seperti di hampir di seluruh Nusantara, agama
yang berkembang di Sumatera Utara adalah agama Hindu dan Buddha.
Sedangkan di Sumatera Barat pada abad 14 berkembang aliran Tantra
Çaivite (Shaivite) Mahayana dari agama Buddha, dan hingga tahun 1581
Kerajaan Pagarruyung di Minangkabau masih beragama Hindu.

Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat
sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari
Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak
mau masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan akibat agresi kaum
Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai Malaya.

Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan marga
Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak hasil incest
(hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga Singamangaraja X.

Ketika bermukim di daerah Muara, di Danau Toba, Marga Siregar sering
melakukan tindakan yang tidak disenangi oleh marga-marga lain, sehingga
konflik bersenjatapun tidak dapat dihindari. Raja Oloan Sorba Dibanua,
kakek moyang dari Dinasti Singamangaraja, memimpin penyerbuan terhadap
pemukiman Marga Siregar di Muara. Setelah melihat kekuatan penyerbu yang
jauh lebih besar, untuk menyelamatkan anak buah dan keluarganya,
peminpin marga Siregar, Raja Porhas Siregar menantang Raja Oloan Sorba
Dibanua untuk melakukan perang tanding -satu lawan satu- sesuai tradisi
Batak. Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat yang pemimpinnya
mati dalam pertarungan satu lawan satu tersebut, harus diperlakukan
dengan hormat dan tidak dirampas harta bendanya serta dikawal menuju
tempat yang mereka inginkan.

Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar kalah dan tewas di tangan
Raja Oloan Sorba Dibanua. Anak buah Raja Porhas ternyata tidak
diperlakukan seperti tradisi perang tanding, melainkan diburu oleh anak
buah Raja Oloan sehingga mereka terpaksa melarikan diri ke tebing-tebing
yang tinggi di belakang Muara, meningggalkan keluarga dan harta benda.
Mereka kemudian bermukim di dataran tinggi Humbang. Pemimpin Marga
Siregar yang baru, Togar Natigor Siregar mengucapkan sumpah, yang
diikuti oleh seluruh Marga Siregar yang mengikat untuk semua keturunan
mereka, yaitu: Kembali ke Muara untuk membunuh Raja Oloan Sorba Dibanua
dan seluruh keturunannya.

Dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi, tepatnya tahun 1819,
ketika Jatengger Siregar –yang datang bersama pasukan Paderi, di
bawah pimpinan Pongkinangolngolan (Tuanko Rao)- memenggal kepala
Singamangaraja X, keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, dalam penyerbuan
ke Bakkara, ibu kota Dinasti Singamangaraja.

Ibu dari Pongkinangolngolan adalah Gana Sinambela, putri dari
Singamangaraja IX sedangkan ayahnya adalah Pangeran Gindoporang
Sinambela adik dari Singamangaraja IX. Gindoporang dan Singamangaraja IX
adalah putra-putra Singamangaraja VIII. Dengan demikian,
Pongkinangolngolan adalah anak hasil hubungan gelap antara Putri Gana
Sinambela dengan pamannya, Pangeran Gindoporang Sinambela.

Gana Sinambela sendiri adalah kakak dari Singamangaraja X. Walaupun
terlahir sebagai anak di luar nikah, Singamangaraja X sangat mengasihi
dan memanjakan keponakannya. Untuk memberikan nama marga, tidak mungkin
diberikan marga Sinambela, karena ibunya bermarga Sinambela. Namun nama
marga sangat penting bagi orang Batak, sehingga Singamangaraja X mencari
jalan keluar untuk masalah ini.

Singamangaraja X mempunyai adik perempuan lain, Putri Sere Sinambela,
yang menikah dengan Jongga Simorangkir, seorang hulubalang. Dalam suatu
upacara adat, secara pro forma Pongkinangolngolan "dijual" kepada Jongga
Simorangkir, dan Pongkinangolngolan kini bermarga Simorangkir.

Namun kelahiran di luar nikah ini diketahui oleh 3 orang Datuk (tokoh
spiritual) yang dipimpin oleh Datuk Amantagor Manurung. Mereka
meramalkan, bahwa Pongkinangolngolan suatu hari akan membunuh pamannya,
Singamangaraja X. Oleh karena itu, Pongkinangolngolan harus dibunuh.

Sesuai hukum adat, Singamangaraja X terpaksa menjatuhkan hukuman mati
atas keponakan yang disayanginya. Namun dia memutuskan, bahwa
Pongkinangolngolan tidak dipancung kepalanya, melainkan akan
ditenggelamkan di Danau Toba. Dia diikat pada sebatang kayu dan badannya
dibebani dengan batu-batu supaya tenggelam.

Di tepi Danau Toba, Singamangaraja X pura-pura melakukan pemeriksaan
terakhir, namun dengan menggunakan keris pusaka Gajah Dompak ia
melonggarkan tali yang mengikat Pongkinangolngolan, sambil menyelipkan
satu kantong kulit berisi mata uang perak ke balik pakaian
Pongkinangolngolan. Perbuatan ini tidak diketahui oleh para Datuk,
karena selain tertutup tubuhnya, juga tertutup tubuh Putri Gana
Sinambela yang memeluk dan menangisi putra kesayangannya.

Tubuh Rao yang terikat kayu dibawa dengan rakit ke tengah Danau dan
kemudian di buang ke air. Setelah berhasil melepaskan batu-batu dari
tubuhnya, dengan berpegangan pada kayu, Rao berhasil mencapai sungai
Asahan, di mana kemudian di dekat Narumonda, ia ditolong oleh seorang
nelayan, Lintong Marpaung.

Setelah bertahun-tahun berada di daerah Angkola dan Sipirok, Rao
memutuskan untuk pergi ke Minangkabau, karena selalu kuatir suatu hari
akan dikenali sebagai orang yang telah dijatuhi hukuman mati oleh Raja
Batak.

Di Minangkabau, ia mula-mula bekerja pada Datuk Bandaharo Ganggo sebagai
perawat kuda. Pada waktu itu, tiga orang tokoh Islam Mazhab Hambali,
yaitu Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik baru kembali dari
Mekkah dan sedang melakukan penyebaran Mazhab Hambali di Minangkabau,
yang menganut aliran Syi'ah.

Haji Piobang dan Haji Sumanik pernah menjadi pewira di pasukan kavaleri
Janitsar Turki. Gerakan mereka mendapat dukungan dari Tuanku Nan Renceh,
yang mempersiapkan tentara untuk melaksanakan gerakan Mazhab Hambali,
termasuk rencana untuk mengislamkan Mandailing.

Tuanku Nan Renceh yang adalah seorang teman Datuk Bandaharo Ganggo,
mendengar mengenai nasib dan silsilah dari Rao. Ia memperhitungkan,
bahwa Rao yang adalah keponakan Singamangaraja X dan sebagai cucu di
dalam garis laki-laki dari Singamangaraja VIII, tentu sangat baik untuk
digunakan dalam rencana merebut dan mengIslamkan Tanah Batak. Oleh
karena itu, ia meminta kawannya, Datuk Bandaharo agar menyerahkan Rao
kepadanya untuk dididik olehnya.

Pada 9 Rabiu'ulawal 1219 H (tahun 1804 M), dengan syarat-syarat Khitanan
dan Syahadat, Rao diislamkan dan diberi nama Umar Katab oleh Tuanku Nan
Renceh. Nama tersebut diambil dari nama seorang Panglima Tentara Islam,
Umar Chattab. Namun terselip juga asal usul Umar Katab, karena bila
dibaca dari belakang, maka akan terbaca: Batak!

Penyebaran Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga
Kerajaan Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru tersebut.
Hampir seluruh keluarga Raja Pagarruyung dipenggal kepalanya oleh
pasukan yang dipimpin oleh Tuanku Lelo, yang nama asalnya adalah Idris
Nasution.

Hanya beberapa orang saja yang dapat menyelamatkan diri, di antaranya
adalah Yang Dipertuan Arifin Muning Alamsyah yang melarikan diri ke
Kuantan dan kemudian meminta bantuan Belanda. Juga putrinya, Puan Gadis
dapat menyelamatkan diri, dan pada tahun 1871 menceriterakan kisahnya
kepada Willem Iskandar.

Umar Katab alias Pongkinangolngolan Sinambela kembali dari Mekkah dan
Syria tahun 1815, di mana ia sempat mengikuti pendidikan kemiliteran
pada pasukan kavaleri janitsar Turki. Oleh Tuanku Nan Renceh ia diangkat
menjadi perwira tentara Paderi dan diberi gelar Tuanku Rao. Ternyata
Tuanku Nan Renceh menjalankan politik divide et impera seperti Belanda,
yaitu menggunakan orang Batak untuk menyerang Tanah Batak.

Penyerbuan ke Tanah Batak dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M),
dengan penyerbuan terhadap benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh
Marga Lubis. 5.000 orang dari pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri
meluluhlantakkan benteng Muarasipongi, dan seluruh penduduknya dibantai
tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini sengaja dilakukan dan
disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar memudahkan
penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing ditaklukkan
oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo, yang
adalah putra-putra Batak sendiri.

Selain kedua nama ini, ada sejumlah orang Batak yang telah masuk Islam,
ikut pasukan Paderi menyerang Tanak Batak, yaitu Tuanku Tambusai
(Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku Mandailing (Lubis),
Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang (Alamsyah Dasopang),
Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar), Tuanku Saman
(Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku Junjungan
(Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).

Penyerbuan terhadap Singamangaraja X di Benteng Bakkara, dilaksanakan
tahun 1819. Orang-orang Siregar Salak dari Sipirok dipimpin oleh
Jatengger Siregar ikut dalam pasukan penyerang, guna memenuhi sumpah
Togar Natigor Siregar dan membalas dendam kepada keturunan Raja Oloan
Sorba Dibanua, yaitu Singamangaraja X.

Jatengger Siregar menantang Singamangaraja untuk melakukan perang
tanding. Walaupun sudah berusia lanjut, namun Singamangaraja tak gentar
dan menerima tantangan Jatengger Siregar yang masih muda. Duel dilakukan
dengan menggunakan pedang di atas kuda.

Duel yang tak seimbang berlangsung tak lama. Singamangaraja kalah dan
kepalanya dipenggal oleh pedang Jatengger Siregar. Terpenuhi sudah
dendam yang tersimpan selama 26 generasi. Kepala Singamangaraja X
ditusukkan ke ujung satu tombak dan ditancapkan ke tanah. Orang-orang
marga Siregar masih belum puas dan menantang putra-putra Singamangaraja
X untuk perang tanding. Sebelas putra-putra Singamangaraja memenuhi
tantangan ini, dan hasilnya adalah 7 – 4 untuk kemenangan
putra-putra Singamangaraja. Namun setelah itu, penyerbuan terhadap
Benteng Bakkara terus dilanjutkan, dan sebagaimana di tempat-tempat
lain, tak tersisa seorangpun dari penduduk Bakkara, termasuk semua
perempuan yang juga tewas dalam pertempuran.

Penyerbuan pasukan Paderi terhenti tahun 1820, karena berjangkitnya
penyakit kolera dan epidemi penyakit pes. Dari 150.000 orang tentara
Paderi yang memasuki Tanah Batak tahun 1818, hanya tersisa sekitar
30.000 orang dua tahun kemudian. Sebagian terbesar bukan tewas di medan
petempuran, melainkan mati karena berbagai penyakit.
Untuk menyelamatkan sisa pasukannya, tahun 1820 Tuanku Rao bermaksud
menarik mundur seluruh pasukannya dari Tanah Batak Utara, sehingga
rencana pengIslaman seluruh Tanah Batak tak dapat diteruskan. Namun
Tuanku Imam Bonjol memerintahkan agar Tuanku Rao bersama pasukannya
tetap di Tanah Batak, untuk menghadang masuknya tentara Belanda.

Ketika keadaan bertambah parah, akhirnya Tuanku Rao melakukan
pembangkangan terhadap perintah Tuanku Imam Bonjol, dan memerintahkan
sisa pasukannya keluar dari Tanah Batak Utara dan kembali ke Selatan.

Enam dari panglima pasukan Paderi asal Batak, yaitu Tuanku Mandailing,
Tuanku Asahan, Tuanku Kotapinang, Tuanku Daulat, Tuanku Ali Sakti dan
Tuanku Junjungan, tahun 1820 memberontak terhadap penindasan asing dari
Bonjol/Minangkabau dan menanggalkan gelar Tuanku yang dipandang sebagai
gelar Minangkabau. Bahkan Jatengger Siregar hanya menyandang gelar
tersebut selama tiga hari. Mereka sangat marah atas perilaku pasukan
Paderi yang merampok dan menguras Tanah Batak yang telah ditaklukkan.
Namun hanya karena ingin balas dendam kepada Singamangaraja, Jatengger
Siregar menahan diri sampai terlaksananya sumpah Togar Natigor Siregar
dan ia behasil membunuh Singamangaraja X.

Mansur Marpaung (Tuanku Asahan) dan Alamsyah Dasopang (Tuanku
Kotapinang) dengan tegas menyatakan tidak mau tunduk lagi kepada Tuanku
Imam Bonjol dan Tuanku Nan Renceh, dan kemudian mendirikan
kesultanan/kerajaan sendiri. Marpaung mendirikan Kesultanan Asahan dan
mengangkat dirinya menjadi sultan, sedangkan Dasopang mendirikan
Kerajaan Kotapinang, dan ia menjadi raja. Tuanku Rao tewas dalam
pertempuran di Air bangis pada 5 September 1821, sedangkan Tuanku Lelo
(Idris Nasution) tewas dipenggal kepalanya dan kemudian tubuhnya
dicincang oleh Halimah Rangkuti, salah satu tawanan yang dijadikan
selirnya.

----------------

Catatan:
Tulisan ini merupakan cuplikan dari buku yang ditulis oleh Mangaradja
Onggang Parlindungan Siregar, "Pongkinangolngolan Sinambela gelar
Pongkinangolngolan, Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak",
Penerbit Tanjung Pengharapan, Jakarta, 1964.

Tuanku Lelo/Idris Nasution adalah kakek buyut dari Mangaraja Onggang
Parlindungan ( hlm. 358). Dari ayahnya, Sutan Martua Raja Siregar,
seorang guru sejarah, M.O. Parlindungan memperoleh warisan sejumlah
catatan tangan yang merupakan hasil penelitian dari Willem Iskandar,
Guru Batak, Sutan Martua Raja dan Residen Poortman. Sebenarnya ia hanya
bermaksud menulis buku untuk putra-putranya. Buku tersebut memuat banyak
rahasia keluarga, termasuk kebiadaban yang dilakukan oleh Tuanku Lelo
tersebut.

Mayjen TNI (purn.) T.Bonar Simatupang menilai, bahwa tulisan tersebut
banyak mengandung sejarah Batak, yang perlu diketahui oleh generasi muda
Batak. Parlindungan Siregar setuju untuk menerbitkan karyanya untuk
publik. Parlindungan Siregar meminta T.B. Simatupang, Ali Budiarjo, SH
dan dr. Wiliater Hutagalung memberi masukan-masukan dan koreksi terhadap
naskah buku tersebut.

HORAS !!

=======================================================

Mungkin dapat ditambahkan lagi sedikit sinopsis dari buku Tuanku
Rao karangan Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan ini.

Buku ini tidak hanya membahas Tuanku Rao, seorang juru dakwah yang
mengembangkan Islam di Sumatera Tengah pada pertengahan abad ke-19
serta cerita legenda peperangan para pahlawan di Sumatera Tengah
masa lampau dan patriotisme Batak Muslim, tetapi juga ada bab yang
penting bagi sejarah orang Tionghoa di Jawa khususnya.

Pada halaman 650-672 didalam buku ini ada lampiran XXXI yang
berjudul: "Peranan orang-orang Tionghoa/Islam/Hanafi didalam
perkembangan Islam dipulau Jawa 1411-1564". Lampiran ini merupakan
singkatan dari hasil penyelidikan residen Poortman mengenai naskah
Kelenteng Sam Po Kong yang disitanya.

Parlindungan mendapatkan akses untuk membaca arsip Poortman ini
(arsip kelenteng Sam Po Kong) ketika ia sedang belajar di negeri
Belanda. Di jaman kolonial, arsip dari kelenteng Semarang itu
dikategorikan sebagai arsip sangat rahasia (Zeer Geheim), yang
mungkin dianggap dapat membahayakan politik pemerintah
Belanda "devide et impera" ketika itu.

Residen Poortman di tahun 1928 ditugasi pemerintah kolonial untuk
menyelidiki apakah Raden Patah itu orang Tionghoa atau bukan, dan
pada penumpasan pemberontakkan Komunis tahun 1926-1927 Poortman
menggunakan kesempatan itu untuk menggeledah kelenteng Sam Po Kong
di Semarang pada tahun 1928 dan kemudian menyita banyak naskah
berbahasa Tionghoa yang sebagian sudah berumur 400 tahun umurnya
serta dimuati kedalam 3 gerobak. (naskah aslinya yang disimpan di
Belanda sampai sekarang masih tidak diketahui keberadaannya).

Arsip kelenteng Sam Po Kong ini memuat catatan tentang Raden Patah ,
Wali Songo dan tokoh Tionghoa Islam lainnya di abad 15-16. Arsip
Poortman ini menjadi bahan perdebatan yang kontroversial antara ahli
sejarah mengenai otentitas dan keaslian sumbernya serta kerancuan
antara mitos dan realitas.

Buku Tuanku Rao ini, yang beberapa halamannya melampirkan arsip
kelenteng Sam Po Kong dari Poortman itu menjadi acuan Prof. Slamet
Muljana (selain Serat Kanda dan Babad Tanah Jawi) dalam penulisan
bukunya yang berjudul "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Djawa Dan Timbulnya
Negara-Negara Islam Di Nusantara" pada tahun 1968.

Buku Prof. Slamet ini kemudian dilarang oleh Kejaksaan Agung tahun
1971, karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial waktu itu
dengan menyebutkan bahwa sebagian Wali Songo berasal dari etnis
Tionghoa.

Selain itu juga memunculkan sebuah pandangan baru yang sensitif
tentang teori penyebaran Islam di Indonesia. Pandangan pertama
mengatakan bahwa Islam yang berkembang di Indonesia berasal dari
Hadramaut, Yemen. Pandangan kedua mengatakan bahwa peyebarannya
berasal dari Gujarat, India.

Mengenai pandangan baru atau ketiga ini telah terbit sebuah buku
yang membahasnya juga dengan judul "ARUS CINA-ISLAM –JAWA"
(2003)
dikarang oleh Sumanto Al Qurtuby.

Arsip Kelenteng Sam Po Kong dari buku Tuanku Rao ini juga dibahas,
diberikan komentar dan diinterpretasi kembali oleh ahli sejarah
berkebangsaan Belanda, H.J. De Graaf & TH. Pigeaud didalam bukunya
yang berjudul "CHINESE MUSLIMS IN JAVA in the 15th and 16th
centuries" (1984). Buku ini juga telah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan judul "CINA MUSLIM di Jawa Abad XV dan XVI (1998,
2004).

Sebelumnya arsip Poortman ini belum diperhatikan atau dianggap
serius oleh mereka berdua dalam bukunya yang berjudul "KERAJAAN
ISLAM PERTAMA DI JAWA' (De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java,
Studien Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw,
1974). Baru pada buku terakhir yang ditulisnya (Chinese Muslim in
Java) mereka dengan serius berusaha menginterpretasikannya kembali.

Menurut De Graff dan Pigeaud, dokumen Sam Po Kong yang ditulis
dalam buku Tuanku Rao itu tidak dapat dikesampingkan begitu saja
sebagai catatan sejarah, walaupun keaslian sumbernya masih
diperdebatkan. Kesimpulan ini mereka dapati setelah melakukan
analisa perbandingan dengan buku-buku sejarah lainnya masa lalu.

Sebenarnya dengan menulis buku Chinese Muslim in Java ini, De Graaf
dan Pigeaud secara implisit telah mengakui otentisitas sejarah
naskah Kelenteng Sam Po Kong itu.

Salam

Mazhab Hambali di Tanah Batak

( sinopsis buku TUANKU RAO )

=========================================================

Sejarah Batak

Sekretariat :
Jln. RAYA JATINANGOR NO 86 [d/a Sdr. Muhammad Said Tanjung (085294952181)]
Jatinangor-Sumedang 45363
Email : said_tiena@yahoo.com www.muslimbatak.blogspot.com

Angka Tahun Sejarah Batak
Permulaan Generasi Pertama Manusia
Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga. Generasi berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa. Bangsa Semetik kemudian menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Khabarnya perpecahan kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim. Bangsa Syam yang kemudian dikenal sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di samping Bangsa Braminik yang chauvinistic dan menjadi penguasa kasta tinggi di agama Hindu), Nordik, Patan,
Kaukasian, Slavia, Persia (Iran) dan India Utara (semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain sebangsanya. Bangsa Negroid menurunkan bangsa Afrika dan beberapa bangsa berkulit hitam lainnya di dunia seperti Bangsa Dravidian (India berkulit Hitam),
Papua, Samoa, Aborigin di Autralia, Asmat dan bangsa lain yang hidup di kepulauan Polinesia, Samudera Pasifik. Bangsa Tatar menurunkan Ras Mongoloid yang terdiri dari bangsa Mongol; Cina, Korea, Uzbek, Tazik, Kazakh, Kazan di Rusia, bangsa Nomad penghuni Kutub Utara dan Selatan bermata cipit, Hokkian yang menjadi Konglomerat dan Mafia di Indonesia serta Bangsa Maya, Suku Indian dan lain sebagainya yang menjadi penduduk asli benua Amerika dan yang kedua; Ras Austronesia, yang menyebar di Madagaskar, Afrika, Batak; Proto Malayan dan Neo Malayan; Melayu, Jawa dan lain-lain. Penyebaran populasi manusia terjadi paska “Tsunami” pertama atau dikenal sebagai Banjir Bah dijaman Nabi Nuh AS. Di jaman ini pula ada sebuah komunitas manusia yang konon mempunyai tinggi badan 15-30 meter punah ditelan banjir karena kesombongannya. Peneliti antropologi Amerika di awal abad 20 menemukan kembali bangsa ini di pedalaman Afrika, namun lokasinya dirahasiakan oleh pihak militer yang tertarik untuk mengambil sampel komunitas iniuntuk rekayasa gen tentara AS. Penelitian juga diarahkan untuk menghidupkan kembali Bangsa Dinosaurus, sejenis binatang purba, yang juga mati tenggelam karena tidak sempat dan tidak ‘muat’ dimasukkan dikapal Nabi Nuh.
3000-1000 SM (Sebelum masehi) Bangsa Batak yang merupakan bagian dari Ras Proto Malayan hidup damai bermukim
di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur, Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang berwarga negara India. Adat istiadat mereka dan aksesoris pakaian yang dimiliki sampai sekarang masih mirp
dengan pakaian Batak, misalnya pernik dan warna ulos. Sifat dominan dari ras ini adalah kebiasaan hidup dalam Splendid Isolation dilembah lembah sungai dan di puncak-puncak pegunungan. Mereka sangat jarang membuat kontak bersifat permanen dengan pendatang yang berasal dari komunitas lainnya misalnya komunitas yang berada di tepi pantai, pesisir, yang saat itu banyak dipengaruhi oleh ideologi yang berbeda dengan mereka, misalnya Hinduisme (Yang disinyalir sebagai ajaran turunan dari agama Nabi Nuh AS), Zoroaster, Animisme gaya Yunani dan Romawi dan juga paham-paham baru seperti Buddha, Tao dan Shintoisme Sifat
tersebut masih membekas dan terus dipertahankan oleh orang-orang Batak hingga abad 19. Sampai saat ini, diperkirakan suku bangsa yang berasal dari ras ini masih mempertahankan kebiasaan ini, terutama Bangsa Tayal, bangsa pribumi di Taiwan, Orang-orang Bontoc dan batak Palawan penghuni pertama daerah Filipina.
1000 SM Bangsa Mongol yang dikenal bengis dan mempunyai kemajuan teknologi yang lebih tinggi berkat hubungan mereka yang konsisten dengan berbagai bangsa mulai bergerak ke arah selatan. Di sana, keturunan mereka menyebut dirinya Bangsa Syan dan kemudian menciptakan komunitas Burma, Siam (Thai) dan Kamboja yang kemudian menjadi cikal-bakal negara. Ras Proto Malayan mulai terdesak. Ketertutupan mereka menjadi bumerang karena teknologi mereka tidak up to date. Sebagian dari mereka kemudian mulai meninggalkan daerah-daerah tersebut, menempuh perjalanan untuk mencari daerah baru bahkan ke seberang lautan, di mana mereka akan menikmati hidup dalam ‘splendid isolation’ kembali. Bangsa Bontoc bergerak ke daerah Filipina, Bangsa Toraja ke selatannya, Sulawesi. Di Filipina, Batak Palawan merupakan sebuah suku yang sampai sekarang menggunaka istilah Batak. Saudara mereka bangsa Tayal membuka daerah di kepulauan Formosa, yang kemudian, beberapa abad setelah itu, daerah mereka diserobot dan kedamaian hidup mereka terusak oleh orang-orang Cina nasionalis yang kemudian menamakannya Taiwan. Yang lain, Bangsa Ranau terdampar di Lampung. Bangsa Karen tidak sempat mempersiapkan diri untuk migrasi, mereka tertinggal di hutan belantara Burma/Myanmar dan sampai sekarang masih melakukan pemberontakan atas dominasi Suku Burma atau Myamar yang memerintah. Selebihnya, Bangsa Meo berhasil mempertahankan eksistensinya di Thailand. Bangsa Naga, Manipur, Mizo, Assamese mendirikan negara-negara bagian di India dan setiap tahun mereka harus berjuang dan berperang untuk mempertahankan identitas mereka dari supremasi bangsa Arya-Dravidian, yakni Bangsa India, yang mulai menduduki daerah tersebut karena over populasi. Bangsa Batak sendiri, selain terdampar di Filipina, sebagian terdampat di kepulauan Andaman (sekarang merupakan bagian dari India) dan Andalas dalam tiga gelombang. Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut dan sampai ke Pulau Enggano. Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Mereka kemudian bergerak memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang Kiri dan mulai mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan membuat identitas sendiri yang bernama Batak Gayo. Mereka yang menyusuri Sungai Simpang Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak. Batak Gayo dan Alas kemudian dimasukkan Belanda ke peta Aceh. Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di Muara Sungai Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mereka kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk Buhit pun tercipta. Masih dalam budaya ‘splendid isolation’, di sini, Bangsa Batak dapat berkembang dengan damai sesuai dengan kodratnya. Komunitas ini kemudian terbagi dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan yang dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan yang kedua; Kubu Isumbaon yang di dalam adat dianggap yang bungsu. Sementara itu komunitas awal Bangsa Batak, jumlahnya sangat kecil, yang hijrah dan migrasi jauh sebelumnya, mulai menyadari kelemahan budayanya dan mengolah hasil-hasil hutan dan melakukan kontak dagang dengan Bangsa Arab, Yunani dan Romawi kuno melalui pelabuhan Barus. Di Mesir hasil produksi mereka, kapur Barus, igunakan sebagai bahan dasar pengawetan mumi, Raja-raja tuhan Fir’aun yang sudah meninggal. Tentunya di masa inilah hidup seorang pembawa agama yang dikenal sebagai Nabi Musa AS.
1000 SM – 1510 M Komunitas Batak berkembang dan struktur masyarakat berfungsi. Persaingan dan Kerjasama menciptakan sebuah pemerintahan yang berkuasa mengatur dan menetapkan sistem adat. Ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Isa Al Masih, Nabi Bangsa Israel di Tanah Palestina, Dinasti Sori Mangaraja telah berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90
generasi di Sianjur Sagala Limbong Mulana. Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya yang sebagian besar adalah Datu, Magician, mengatur pemerintahan atas seluruh Bangsa Batak, di daerah tersebut dalam sebuah pemerintahan berbentuk Teokrasi. Dinasti Sorimangaraja terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan. Mereka sangat disegani oleh Bangsa Batak di bagian selatan yang keturunan dari Tatea Bulan. Dengan bertambahnya penduduk, maka berkurang pula lahan yang digunakan untuk pertanian, yang menjadi sumber makanan untuk mempertahankan regenerasi. Maka perpindahan terpaksa dilakukan untuk mencari lokasi baru. Alasan lain dari perpindahan tersebut adalah karena para tenaga medis kerajaan gagal
membasmi penyakit menular yang sudah menjangkiti penduduk sampai menjadi epidemik yang parah. Perpindahan diarahkan ke segala arah, sebagain membuka pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah selatan yang kemudian bernama Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok di antaranya turun ke arah timur, menetap dan membuka tanah,
sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa, daerah di pinggir Kota Medan.
450 M Daerah Toba telah diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan, leluhur Annisa Pohan, menantu SBY, Presiden pilihan langsung pertama RI. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis. Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke selatan. Sebagain lagi
menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Keturunannya di Medan mendirikan banyak lembaga sosial terutama Pesantren Modern Darul Arafah di Pinggiran Kota Medan. Di daerah Selatan kelompok marga Lubis harus bertarung melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi
benteng pertahanan. Mereka kemudian berhadapan dengan bangsa Lubu, Bangsa berkulit Hitam ras Dravidian yang terusir dari India, melalui Kepulauan Andaman berkelana sampai daerah muara Sungai Batang Toru. Bangsa Lobu tersingkir dan kemudian menetap di hutan-hutan
sekitar Muara Sipongi. Bila di India Bangsa Arya meletakkan mereka sebagai bangsa terhina, ‘untouchable’; haram dilihat dan disentuh, maka nasib sama hampir menimpa mereka di sini. Saudara Bangsa Lubu, Bangsa Tamil migrasi beberapa abad kemudian, dari India Selatan, membonceng perusahaan-perusahaan Eropa dan membentuk Kampung Keling di Kerajaan
Melayu Deli, Medan.
600-1200 Komunitas Batak di Simalungun memberontak dan memisahkan diri dari Dinasti Batak, Dinasti Sori Mangaraja di pusat. Mereka mendirikan kerajaan Nagur. Mereka ini keturunan Batak yang bermukim di Tomok, Ambarita dan Simanindo di Pulau Samosir. Di kemudian hari kerajaan Nagur di tangan orang Batak Gayo mendirikan kerajaan Islam Aceh. Simalungun merupsakan tanah yang subur akibat bekas siraman lava. Siraman lava dan marga tersebut berasal dari ledakan gunung berapi terbesar di dunia, di zaman pra sejarah. Ledakan itu membentuk danau Toba. Orang Simalungun berhasil membudidayakan tanaman, selain padi yang menjadi tanaman kesukaan orang Batak; Pohon Karet. Hasil-hasil pohon karet tersebut mengundang kedatangan ras Mongoloid lainnya yang mengusir mereka dari daratan benua Asia; orang-orang Cina yang sudah pintar berperahu pada zaman Dinasti Swi, 570-620 M. Di antaranya Bangsa Yunnan yang sangat ramah dan banyak beradaptasi dengan pribumi dan suku bangsa Hokkian, suku bangsa yang dikucilkan di Cina daratan, yang mengekspor tabiat jahat dan menjadi bajak laut di Lautan Cina Selatan. Kolaborasi dengan bangsa Cina tersebut membentuk kembali kebudayaan maritim di masyarakat setempat. Mereka mendirikan kota pelabuhan Sang Pang To di tepi sungai Bah Bolon lebih kurang tiga kilometer dari kota Perdagangan. Orang-orang dari Dinasti Swi tersebut meninggalkan batu-batu bersurat di pedalaman Simalungun. Di daerah pesisir Barat, Barus, kota maritim yang bertambah pesat yang sekarang masuk di Kerajaan Batak mulai didatangi pelaut-pelaut baru, terutama Cina, Pedagang Gujarat, Persia dan Arab. Pelaut-pelaut Romawi Kuno dan Yunani Kuno sudah digantikan oleh keturunan mereka pelaut-pelaut Eropa yang lebih canggih, dididikan Arab Spanyol. Islam mulai diterima sebagai kepercayaan resmi oleh sebagian elemen pedagang Bangsa Batak yang mengimpor bahan perhiasan dan alat-alat teknologi lainnya serta mengekpor ‘Kemenyan’ komoditas satu-satunya tanah Batak yang sangat diminati dunia. Islam mulai dikenal dan diterima sebagai agama resmi orang-orang Batak di pesisir; khusunya Singkil dan Barus.
850 M Kelompok Marga Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi Habinsaran bermigrasi massal ke arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan Barumun di Padang Lawas. Kelompok ini sangat hobbi berkuda sebagai kendaraan bermigrasi. Karena ini, dalam jangka waktu yang singkat, sekitar dua tahun, mereka sudah menguasai hampir leuruh daerah Padang Lawas antara sungai Asahan dan Rokan. Sebuah daerah padang rumput yang justru sangat baik untuk mengembangbiakkan kuda-kuda mereka. Sebagain dari kelompok marga ini, melalui Sipirok, menduduki daerah Angkola dan di sini tradisi mengembala dan menunggang kuda hilang, mereka kembali menjadi komunitas agraris. Sementara di Padang Lawas mereka menjadi
penguasa feodalistik dan mulai emmeprkenalkan perdagangan budak ke Tanah Batak Selatan.
900 M Marga Nasution mulai tebentuk di Mandailing. Beberapa ratus tahun sebelumnya, sejak tahun-tahun pertama masyarakat Batak di sini, disinyalir saat itu zaman Nabi Sulaiman di Timur Tengah (Buku Ompu Parlindungan), perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di beberapa tempat, khusunya yang di tepi pantai. Penduduk dataran tinggi, para pendatang di pelabuhan Natal dan Muaralabu (dikenal dengan sebutan Singkuang atau
Sing Kwang oleh ejaan Cina), dan terutama elemen-elemen bangsa Pelaut Bugis dari Sulawesi, yang singgah sebelum berlayar berdagang menuju Madagaskar, telah berasimilasi dengan penuh toleransi dengan bangsa Batak. Para pendatang tersebut dengan sukarela interaksi dan
menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat setelah puluhan tahun di tengah laut. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution. Sementara itu perebutan kekuasaan terjadi di Pusat Pemerintahan Kerajaan batak, martua Raja Doli dari Siangjur Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan,
Simatupang, Aritonang dan Siregar.
1050 M Karena minimnya peralatan medis, epidemik melanda daerah Lottung kembali. Masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari wilayah tersebut menuju daerah yang “sehat”. Akibatnya, kelompok Marga Siregar terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukin di Toba.
1293 – 1339 M Penetrasi orang-orang Hindu yang berkolaborasi dengan Bangsa Jawa mendirikan Kerajaan Silo, di Simalungun, dengan Raja Pertama Indra Warman dengan pasukan yang berasal dari Singosari. Pusat Pemerintah Agama ini berkedudukan di Dolok Sinumbah. Kerak direbut oleh orang-orang Batak dan di atasnya menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan Simalungun dengan identitas yang mulai terpisah dengan Batak. Kerajaan Silo ini terdiri dari dua level masyarakat; Para Elit yang terdiri dari kaum Priayi Jawa dan Masyarakat yang terdiri dari kelompok Marga Siregar Silo.
1331 – 1364 Di Nusantara, Kerajaan Majapahit timbul menjadi sebuah Negara Superpower. Sebelumnya, Sebagain Eropa Barat dan Timur sampai ke Kazan Rusia, Asia Tengah dan Afrika Utara dan tentunya Timur Tengah didominasi Kekuatan Arab yang juga menguasasi Samudera India, Atlantik dan sebagain Samudera Pasifik.. Kekuatan Persia-Mongol tampak di India, Pakistan, Banglades dan sebagian China dan Indo-Cina serta beberapa kepulauan Nusantara, mereka tidak kuat di laut. China menguasasi sebagian Samudera Pasifik khususnya laut China Selatan. Sementara itu di pedalaman Eropa manusia masih hidup dalam pengaruh Yunani dan Romawi yang Animis, mereka kemudian menjadi perompak dan pembajak laut. Di daerah nusantara kaum Hokkian menguasasi jaringan ‘garong’ perompak yang terkadang lebih kuat dari kerajaan-kerajaan kecil melayu. Para pembajak laut Eropa sesekali diboncengi kaum Fundamentalis Yahudi dan pendatang baru; kaum trinitas Gereja barat yang berseberangan dengan Gereja timur yang unitarian dan menaruh dendam kesumat atas kejayaan Arab.
1339 Pasukan ampibi Kerajaan Majapahit melakukan penetrasi di muara Sungai Asahan. Dimulailah upaya invasi terhadap Kerajaan Silo. Raja Indrawarman tewas dalam penyerbuan tersebut.
Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Pasukan Mojopahit di bawah komando Perdana Menteri Gajah Mada, mengamuk dan menghancurkan beberapa kerajaan lain; Kerajaan Haru/Wampu serta Kesahbandaran Tamiang (sekarang Aceh Tamiang) yang saat itu merupakan wilayah kedulatan Samudra Pasai. Pasukan Samudra Pasai, di bawah komando Panglima Mula Setia, turun ke lokasi dan berhasil menyergap tentara Majapahit di rawa-rawa sungai Tamiang. Gajah Mada bersma pengawal pribadinya melarikan diri ke Jawa meninggalkan tentaranya terkepung oleh pasukan musuh. Para Keturunan Indrawarman kembali
ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Siolo dan Kerajaan Raya Kahean.
1339-1947. Kerajaan Dolok Silo dan Raya Kahean berakulturasi menjadi kerajaan Batak/Simalungun, namun tetap berciri khas Hindu/Jawa absolut. Konon kerajaan ini mampu berdiri selama 600 tahun. Menjadi dinasti tertua di Kepulauan Indonesia di abad 20. Sekitar 250 tahun lebih tua dari Dinasti Mataram di Pulau Jawa. Pada saat yang sama dua kerajaan lain muncul kepermukaan; Kerajaan Siantar dan Tanah Jawa. Raja di Kerajaan Siantar merupakan keturunan Indrawarman, sementara Pulau Jawa, dipimpin oleh Raja Marga Sinaga dari Samosir. Penamaan tanah Jawa untuk mengenang Indrawarman.
1350 Kelompok Marga Siregar bermigrasi ke Sipirok di Tanah Batak Selatan.


1416 – 1513 Pasukan Cina dibawah komando Laksamana Haji Sam Po Bo, Ceng Ho, dalam armada
kapal induk mendarat di Muara Labuh di muara Sungai Batang Gadis. Salah satu misi mereka; mengejar para bandit Hokkian tercapai. Sebelum berangkat, pasukan Cengho yang berjumlah ribuah itu mendirikan industry pengolahan kayu dan sekaligus membuka pelabuhan Sing Kwang (Singkuang=Tanah Baru).
1416-1513 Orang-orang Tionghoa yang beragama Islam mulai berdatangan ke Sing Kwang dan berasimilasi dengan penduduk khususnya kelompok marga Nasution. Para Tionghoa tersebut membeli Kayu Meranti dari pengusaha setempat dan mengirimkannya ke Cina daratan untuk bahan baku tiang istana, kuil dan tempat ibadah lainnya.
1450-1500 Islam menjadi agama resmi orang-orang Batak Toba, khsuusnya dari kelompok marga Marpaung yang bermukim di aliran sungai Asahan. Demikian juga halnya dengan Batak Simalungun yang bermukim di Kisaran, Tinjauan, Perdagangan, Bandar, Tanjung Kasau, Bedagai, Bangun Purba dab Sungai Karang. Perubahan terjadi di konstalasi politik dunia. Para bajak laut Eropa mulai mencari target operasi baru di kepulauan Nusantara yang hilir mudik dilalui para pedagang-pedagang Internasional; Arab, Afrika, India, Gujarat, Punjabi, Yunnan dan tentunya kelompok bajak laut lokal; Hokkian.
1450-1818 Kelompok Marga Marpaung menjadi supplaier utama komoditas garam ke Tanah Batak
di pantai timur. ‘Splendidi Isolation’ Bangsa batak mulai terkuak. Yang positif bisa masuk namun tidak yang negatif. Mesjid pribumi pertama didirikan oleh penduduk setempat di pedalaman Tanah Batak; Porsea, lebih kurang 400 tahun sebelum mesjid pertama berdiri di
Mandailing. Menyusul setelah itu didirikan juga mesjid di sepanjang sungai Asahan antara Porsea dan Tanjung Balai. Setiap beberap kilometer sebagai tempat persinggahan bagi musafir-musafir Batak yang ingin menunaikan sholat. Mesjid-mesjid itu berkembang, selain sebagai termpat ibadah, juga menjadi tempat transaksi komoditas perdagangan. Siapapun
berhak membeli, tidak ada diskriminasi agama. Toleransi antara Islam dan Agama S.M.Raja berlangsung begitu erat dan hangat.
1508 Kerajaan Haru/Wampu yang berpopulasi orang-orang Batak Karo diinvasi oleh Kesultanan Aceh. Dalam perkembangan politik berikutnya para keturunan Raja Haru/Wampu mendirikan kerajaan baru yang menjadi cikal bakalKesultanan Langkat.
1508-1523 Kesultanan Haru/Delitua tetapeksis di daerah pengairan sungai Deli namun kedulatannya berada dalam otoritas Kesultanan Aceh. Penduduknya merupakan Batak Karo yang sudah memeluk agama Islam. Setelah melemahnya dominasi Kesultanan Aceh, Kesultanan ini bertransformasi menjadi Kesultanan Deli. Kelompok bajak laut Eropa setelah beberapa lama dikucilkan karena perangai ‘garongnya’ mulai memperkenalkan diri kepada kerajaan-kerajaan nusantara sebagai ‘pedagang damai’. Taktik ini diambil agar mereka dapat melakukan penetrasi ke wilayah kerajaan untuk pemetaan dan penentuan titik-titik serangan untuk ‘devide et impera’.

1510 Dinasti Sori Mangaraja, yang berpusat di Sianjur Limbong Mulana, dikudeta oleh Kelompok Marga Manullang. Kejayaan dinasti ini, setelah 90 generasi berturut-turut memerintah, lenyap. Dinasti ini sendiri terdiri dari Kelompok Marga Sagala dari kubu Tatea Bulan.

1516-1816 Di Daerah Batak Selatan, dengan populasi Tatea Bulan, Dinasti Sori Mangaraja meneruskan pengaruhnya di Si Pirok. Secara de jure diakui oleh masyarakat Marga Siregar, Harahap dan Lubis. Secara mayoritas masyarakat marga Nasution juga memberikan pengakuan sehingga Dinasti Sisingamagaraja yang memerintah tanah Batak seterusnya, berpusat di Bakkara, tidak mendapat pengakuan yang menyeluruh
1513 Kesultanan Aceh merebut pelabuhan-pelaburan pantai barat Pulau Andalas, untuk dijadikan jalur baru perdagangan internasional ke Maluku via selat Sunda. Bajak laut Portugis menutup dan melakukan aksi bajing loncat di Selat Malaka. Portugis mulai membawa kebencian agama ke Nusantara; diskriminasi agama diterapkan dengan melarang pedagang Islam melalui
Malaka. Cina Islam, Arab dan penduduk nusantara menjadi korban pelecehan gaya Eropa. Pengaruh internasionalisasi pelabuhan di Andalas, penduduk lokal Batak di lokasi tersebut; Singkil, Pansur Barus, Sorkam, Teluk Sibolga, Sing Kwang dan Natal memeluk Islam
setelah sebelumnya beberapa elemen sudah menganutnya. Kelompok Marga Tanjung di Pansur, marga Pohan di barus, Batu Bara di Sorkam kiri, Pasaribu di Sorkam Kanan, Hutagalung di Teluk Sibolga, Daulay di Sing Kwang merupakan komunitas Islam pertama yang menjalankan Islam dengan kaffah.
1513-1818 Komunitas Hutagalung dengan karavan-karavan kuda menjadi komunitas pedagang penting yang menghubungkan Silindung, Humbang Hasundutan dan Pahae. Marga Hutagalung di Silindung mendirikan mesjid lokal kedua di Silindung. Di Jerman, Kaum Protestan melepaskan diri dari hegemoni Gereja Katolik Roma.
1523
Orang-orang Eropa tidak sabar untuk menjarah Nusantara. Kesultanan Karo Muslim di Haru/Delitua dimusnahkan oleh kaum Portugis. Ratu Putri Hijau, yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan raja-raja Aceh, tewas. Sambil berzikir sang ratu diikat di mulut meriam lalu diledakkan. Kebrutalan perang diperkenalkan oleh bangsa Eropa.
1550-1884 Dinasti Sisingamagaraja (SM Raja) tampil sebagai otoritas tertinggi di Tanah Batak menggantikan Dinasti Sori Mangaraja.
1581
Marga Rangkuti terbentuk. Terdiri dari orang-orang Jawa/Minang yang mengambil suaka politik di Mandailing akibat perubahan politik di Kerajaan Pagarruyung di Minagkabau.
1593-1601 Intelektual lokal mulai tampil ke permukaan. Abdulrauf Fansuri terkenal sebagai ulama danc intelektual di dalam ilmu fiqih, politik dan ilmu sosial lainnya. Beberapa teorinya antara lain; Penghapusan perbedaan antara Kepala Negara dan Agama. Raja merupakan otoritas kerajaan dan juga agama. Dia mensyaratkan bahwa Raja yang akan memangku jabatan ini bukan turun temurun melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Kedaulatan ada di tangan rakyat. Teori ini kemudian diterima oleh Kesultanan Aceh dan jawa. Aceh, dalam ekspansinya, menguasai Fansur dan menghancurkan kejayaan pelabuhan ini. Duaratus tahun setelah itu Dinasti Sori Mangaraja membangunnya kembali dan memberikan nama baru; Pelabuhan ‘Gosong’. Eropa mulai bangkit melewati masa kegelapan. Ibarat bangsa kelaparan mereka berhamburan ke penjuru dunia untuk
membangun negara-negaranya. Bangsa Inggris mulai membuat pertapakan pertama di Pelabuhan Tapian Na Uli di tepi teluk Sibolga. Titik ini sangat mendukung untuk pemenuhan logistik mereka untuk menjarah bagian-bagian lain di Nusantara. Ambisi jahat yang tidak bisa ditebak
oleh penduduk lokal. Budaya perbudakan mendapat eksploitasi yang parah oleh hadirnya pihak Eropa. Keramahan bangsa Batak di Batang Toru, Puli, Situmandi serta Sigeaon dimanipulasi, mereka kemudian diperdagangkan sebagai Budak. Beberapa wilayah di Nusantara mulai ditundukkan dengan tipu muslihat Eropa. Perang antar kerajaan menjadi sangat intens; akibat Devide Et Impera. Belanda mulai memetakan target operasi mereka di tanah Batak setelah menguasai Jawa dan beberapa kerajaan kecil di Nusantara.
1790 Haji Hassan Nasution dengan Gelar Qadhi Malikul Adil menjadi orang Batak pertama yang naik haji di Mekkah

1812 M Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, menjadi orang pertama dari lingkungan kerajaan Dinasti Sisingamangaraja yang menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Informasi ini didapat dari sebuah catatan keluarga, bertuliskan Arab, komunitas Marga Sinambela keturunan Sisingamangaraja di Singkil. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan)
1816 Elemen mata-mata Belanda mulai menyusup ke Tanah batak dengan misi; memetakan daerah serta kekuatan dan menentukan titik-titik penembakan artileri di pusat-pusat
kekuasaan tanah Batak. Jenderal Muhammad Fakih Amiruddin Sinambela, Gelar Tuanku Rao, panglima Paderi, meluaskan pengaruhnya di Tanah Batak Selatan.
1816-1833 Islam berkembang pesat di Mandailing dengan pembangunan universitas, pusat-pusat erdagangan dan kebudayaan Islam.

1818 Panglima Fakih Sinambela berseteru dengan pamannya Sisingamangaraja X, Raja Dinasti Sisingamangaraja di daerah Batak Utara. Elemen Eropa berhasil memetakan kekuatan Dinasti Sisingamaragaja. Salah satunya; Modigliani berhasil mencari info mengenai privasi Guru Somalaing, salah satu intelektual agama Parmalim, agama Batak saat itu. Orang-orang
Batak yang miskin dan putus asa dengan penyakit kolera dimanipulasi Belanda sebagai kekuatan anti-otoritas SM Raja. Beberapa kerajaan-kerajaan huta dihadiahi dengan pengakuan sehingga mejadi raja-raja boneka yang membangkang. Kredibilitas kedaulatan SSisingamangaraja di akar rumput menipis, dikempesi orang-orang Eropa. Untuk kesekian kalianya epidemik penyakit menular menjangkiti penduduk. Elemen Eropa dan Belanda di pantai timur Sumatera memanfaatkan situasi.

1818-1820 Perseteruan Sisingamagaraja X dan Fakih Sinambela memuncak. Pasukan Fakih Sinambela dengan komando Jatengger Siregar berhadapan dengan pasukan Sisingamangaraja X di Bakkara setelah buntu dalam perundingan. Markas Pusat di Siborong-borong dengan komando Panglima Fakih Sinambela memerintahkan pasukannya di Bakkara untuk menguburkan pamannya S.M Raja X di pemakaman kerajaan dengan pasukan kehormatan dan melindungi keturunannya. Fakih Sinambela menolak tawaran pamannya menjadi Sultan di Tanah batak. Mereka mundur ke Selatan. Yang Mulia Sisingamangaraja XI naik tahta.
1820 Pembantu Fakih Sinambela, Tuanku Mansur Marpaung mendirikan Kesultanan Asahan di pantai timur Sumatera.
1821 Belanda yang tahu bahwa daerah pesisir Sumatera Barat seperti Pariaman, Tiku, Air Bangis adalah daerah strategis yang telah dikuasai kaum Padri, maka Belanda telah membagi pasukan untuk merebut daerah-daerah tersebut Dalam menghadapi serangan Belanda ini, maka terpaksa kaum Padri yang berada di Tapanuli Selatan di bawah pimpinan Fakih Sinambela(Tuanku Rao) dan Tuanku Tambusi dikirim untuk menghadapinya. Pertempuran sengit terjadi dan pada tahun 1821 Fakih Sinambela gugur sebagai syuhada di Air Bangis. Perlawanan pasukan Padri melawan pasu kan Belanda diteruskan dengan pimpinan Tuanku Tambusi.
1823 Thomas Raffles, Jenderal Inggris, tertarik untuk mengadu domba kerajaan-kerajaan di Sumatera. Idenya; Aceh yang Islam dan Minagkabau dipisah dengan Komunitas Batak Kristen. Tanah Batak harus, menurut istilah Ompu Parlindungan, “dikristenkan”; diterima atau tidak. Kebijakan ini ditiru oleh Raffles dari Lord Moira, Gubernur Jenderal Inggris di Kalkutta yang berhasil melemahkan Kerajaan “Dehli” Islam di India; Burma yang Budda serta Thailand yang Buddha harus dipisah dengan bangsa Karen yang Kristen. Untuk itu, pihak Inggris mengirimkan tim-tim pendeta kerajaan ke lokasi tersebut. Di Tapanuli saja ada diutus beberapa orang, sbb; Pendeta Burton yang bertugas menguasasi bahasa Batak dan menerjemahkan Bibel ke Bahasa Batak, bertindak sebagai pemimpin misi. Pendeta Ward, seorang dokter yang meneliti pengaruh penuakit menular, epidemik yang menjangkiti penduduk Batak. Pendeta Evans, bertugas mendirikan sekolah-sekolah pro-Eropa. Ketiganya merupakan tim ekspedisi dalam infiltrasi pasukan Inggris di Tanah batak yang akan berprofesi sebagai pendeta agar tidak terlalu mendapat
penolakan di sebagian besar mayarakat Batak yang telah menganut agama Parmalim, agama S.M. Raja, di pusat-pusat kerajaan Batak.
1823-1824 Pertahanan benteng SM Raja di Humbang, yang ‘splendid isolation’ dan tertutup untuk pihak-pihak tidak resmi, sangat kuat dan tidak dapat disusupi, pelabuhan Barus bebas dari penyusup.. Tim tersebut hanya berhasil masuk melalui pantai Sibolga dan daerah Angkola yang mayoritas penduduknya muslim dan terbuka. Burton dan Ward berhasil memasuki Tanah Batak,
melalui pelabuhan Sibolga tempat beberapa komunitas Inggris menetap berdagang, menyisir hutan belantara dan mencapai Lembah Silindung. Misi berhasil. Namun ketika akan menyusup ke Toba, pusat kehidupan social masyarakat batak, Ward memberikan instruksi untuk mundur. Epidemik Kolera masih mengganas di Toba dan Humbang. Burton dan Ward mundur ke
Sibolga. Dari sini ‘character assasination’ terhadap panglima-panglima Padri dilancarkan. Perseteruan antar penjajah untuk menguasai Tanah Batak muncul. Belanda menggantikan posisi Inggris di Tapanuli, sesuai ‘Traktat London’. Pendeta-pendeta Inggris diusir. Mereka yang sudah berhasil memasuki wilayah privasi para Panglima tersebut dituduh bersekongkol dengan Padri.
1830-1867 S.M Raja XI, setelah naik tahta mulai menata kehidupan rakyatnya. Di beberapa wilayah
dilakukan pembangunan. Hubungan diplomasi luar negeri dengan Kesultanan Aceh dijalin kembali. Sang Raja mulai menyadari kehadiran elemen-elemn penyusup yang bermaksud untuk menguasai dan dan meniadakan Kedaulatan Bangsa Batak. Belanda yang meneruskan kebijakan Raffles tidak bisa menerima; Bangsa Batak malah melakukan kerjasama militer dengan Aceh. Perkembangan pembangunan di bidang sosial dan pendidikan meningkat. Kerajaan mulai
mengerjakan penulisan sejarah Batak dalam ‘Arsip Bakkar’ setebal 23 jilid. Total Satu setengah meter tebalnya. Sebagain besar mengenai undang-undang, tradisi dan kehidupan kerajaan. Sebuah usaha yang memberikan dampat baik terhadap kredibilitas otoritas raja dan
kehidupan masyarakat namun sudah terlanjur terlambat. Elemen-elemen rakyat yang putus asa dengan epidemik kolera sudah banyak yang pro-Belanda.
1833 Tentara Belanda mulai mendaratkan pasukan ekspedisi dibawah Komando Mayor Eiler, di daerah Natal dan mengangkat rajanya menjadi raja boneka dengan gelar; Regent van Mandailing. Elemen-elemen padri Minang dibasmi.
1833-1834 Pasukan Kolonel Elout menguasai Angkola dan Sipirok. Sipirok menjadi batu loncatan
untuk menggempur Toba. Peta-peta sasaran tembak sudah dikumpulkan sebelumnya oleh tim penyusup dan orang-oramg Eropa yang bergerak bebas di Tanah Batak Kolonel Elout memerintahkan pendeta-pendeta tentara Belanda, yang menjadi bawahannya di pasukan tersebut, antara lain; Pendeta Verhoeven untuk mempersiapkan diri untuk meng-kristenkan penduduk asli Tanah Batak Utara. Verhoeven diwajibkan untuk bergaul dengan penduduk asli dan belajar Bahasa Batak. Eliot melalui kakaknya, saudara perempuannya, di Boston, AS, meminta tambahan tim misi dari American Baptist Mission (ABM). Permintaan ini mendapat
dukungan dana oleh Clipper Millionairs yang berpusat di Boston dengan kompensasi mereka dapat menguasai kegiatan ekspor dan impor di Tanah Batak yang sangat potensial saat itu. Seperempat abad kemudian, Hamburg Millionairs mendanai pendeta-pendeta dari Barmen untuk
mengkristenkan Tanah Batak, hasilnya sejak tahun 1880-1940, di belakangan “Reinische Missions Gesselschaft”, seluruh arus perdagangan ekspor dan impor di Tanah batak dimonopoli oleh “Hennemann Aktions Gessellschaft”. Diperkirakan, paska PD II total pengusaha-pengusaha
nasionalpun tidak sanggup mendekati 10 persen dari volume perdagangan “Hennemen & Co,” dulu di Tanah Batak. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan)
1833-1930 Masyarakat Mandailing menderita dengan pendudukan Belanda setelah beberapa usaha mempertahankan diri, gagal. Eksodus ke Malaysia dimulai. Komunitas-komunitas diaspora batak
di luar negeri terbentuk. Di Malaysia, Mekkah, Jeddah dan lain sebagainya.
]1834 ABM mengirimkan tiga orang pendeta ke Tanah batak. Yakni; Pendeta Lyman, Munson, Ellys. Kolonel Elout menempatkan Ellys di Mandailing untuk mengkristenkan masyarakat muslim di sana. Lyman dan Munson melanjutkan jejak Burton dan Ward. Lyman dan Munson memasuki toba dengan seorang penerjemah, Jamal Pasaribu. Di sana mereka disambut baik. Namun setelah insiden penembakan mati seorang wanita tua oleh Lyman, raja setempat, Raja Panggulamau menolak kehadiran mereka. Penembakan wanita tua, yang kebetulan, namboru sang raja tidak dapat diterima oleh raja. Lyman dan Munson mendapat hukuman mati oleh pengadilan lokal.

1834-1838 Pemerintahan Militer Belanda di Tanah Batak Selatan didirikan secara permanen. Komplek markas Besar Belanda didirikan berikut taman perumahan para pemimpin militer.
1838-1884 Kekuatan militer Belanda bertambah kuat. Sumatera Barat dapat dikuasai. Mandailing, Angkola dan Sipirok menjadi “Direct Bestuurd Gebied”, Raja Gadumbang tidak jadi dijadikan Sultan oleh Pemerintah Penjajahan Belanda, akan tetapi dibohongi dan hanya diberikan gelar “Regent Voor Her Leven”. Pemimpin-pemimpin masyarakat Batak Islam yang tidak mau tunduk dengan Belanda di berbagai daerah, dibasmi. Silindung masuk ke dalam “Residente Air Bangis tahunb 1973 dan Toba, yang belum takluk, dimasukkan pada tahun 1881. Kerajaan-kerajaan lain yang berhubungan dengan Kerajaan Toba tidak dapat berbuat banyak untuk membantu. Hegemoni Eropa tidak dapat terbendung. Manusia di nusantara hanya menunggu waktu untuk menjadi mangsa Eropa. Kerajaan Batak terisolir dan melemah. Rakyat sudah banyak yang pro Belanda.

1843-1845 Perbatasan Tanah Batak yang aman hanya pelabuhan Singkil dan Barus serta perbatasan darat dengan Aceh. Sisingamangaraja XI mengikuti Pendidikan Militer di Indrapuri,Kesultanan Aceh.

1845-1847 Aceh mengirimkan satu balayon tentara di bawah komando Teuku Nangsa Sati ke Toba. Bersama Yang Mulia Sisingamangaraja XI, Teuku menyiapkan perencanaan strategi gerilya.
Pasukan komando gerilya dibentuk. Pertahanan dengan menggelar pasukan sudah tidak memungkinkan. Siasat ini pada tahun 1873-1907 sangat membingungkan pihak imperialis Belanda.
1848 Putra Mahkota, Pangeran Parobatu, satau-satunya anak laki-laki Sisingamangaraja XI lahir.
1857-1861 Zending Calvinist Belanda dari “Gereja Petani Ermeloo/Holland” (GPE) dengan gencar melakukan misi di Tanah Batak Selatan. Mereka antara lain; Pendeta Van Asselt di Parausorat, Sipirok, pendeta Dammerboer di Hutarimbaru, Angkola, Pendeta Van Danen di Pangarutan, Angkola dan Pendeta Betz di Bungabondar, Sipirok. Misi; gagal. Masyarakat Muslim Batak yang sudah tidak berdaya dalam penguasaan Belanda menolak untuk dikristenkan. Belanda, tidak habis akal empercayakan misi pengkristenan Batak Selatan dan Utara kepada pendeta-pendeta Jerman,“Reinische Missions Gesselschaft” (RMG), yang menganggunr di Batavia, sejak diusir keluar dari Kalimantan Selatan oelh Pangeran Hidayat. Belanda menghubungkan pendeta Fabri, pemimpin RMG di Jerman dengan pendeta Witteveen, pemimpin dari GPE. GPE mengalah, mundur dari Tanah Batak Selatan, karena kahabisan dana. Dengan banjir dana dari perusahaan Hennemann & Co, RMG memulai upaya misi kembali agar secepatnya Belanda dapat menguasai Tanah Batak dan menghancurkan Aceh di ujung sana.
1861 Pada tanggal 7 Oktober 1861, di dalam rumah pendeta van Asselt diadakan rapat bersama oleh pendeta-pendeta Belanda yang sudah aktif di tanah Batak bersamam pendeta-pendeta Jerman yang baru datang. Rapat ditutup oleh pendeta Klammer hasilnya; Pimpinan pengkristenan tanah Batak sudah berpindah dari tangan Pendeta Belanda ke tangan Pendeta Jerman. Pendeta Belanda Dammerboer serta van Dalen tidak menyukai posisinya menjadi bawahan seorang “Moffen”, Jerman. Mereka berhenti menjadi pendeta.
1861-1907 Belanda tidak sabar untuk menguasai lahan-lahan pertanian Tanah Batak yang masih
dimiliki Sisingamagaraja XI. Untuk menyerangnya secara frontal Belanda belum mampu karena dipihak lain dan di dalam negeri mereka banyak menghabiskan tenaga unutuk menumpas pemberontakan-pemberontakan, sementara itu, kerajaan-kerajaan pribumi tidak menyadari keunggulan mereka. Belanda kemudian menerapkan Devide et Impera dari pantai timur dengan kebijakan Zelbestuur, artinya swapraja. Tanah Batak dipecah menjadi:
1. Keresidenan Tapanuli. Direct Bestuur Gebied, sebuah daerah Pamong Praja.
2. Sumatera Timur, Zelbestuurs Gebied, Swapraja. 3. Daerah Batak, Singkil, gayo, dan Alas atas permintaan komandan tentara Belanda di Kotapraja, dimasukkan ke dalam Aceh. Daerah Batak yang menjadi Swapraja yang bercampur dengan puak Melayu dipecah sebagai berikut:
• Kesultanan Langkat, di atas kerajaan Karo, Aru/Wampu di tanah Karo, Dusun
• Kesultanan Deli, bekas Kesultanan Haru/Delitua.
• Kesultanan Serdang, di bekas Kerajaan Dolok Silo, Simalungun sampai ke Lubuk Pakam.
• Distrik Bedagai, dilepas dari Kerajaan Kahean, Simalungun. Di bawah pimpinan otoritas bergelar Tengku.
• Kesultanan Asahan yang didirikan oleh Tuanku Mansur Marpaung diberi pengakuan secara hukum.
• Kerajaan Kota Pinang, dengan mayoritas penduduk Batak Muslim didirikan dengan
• kepemimpinan Alamsyah Dasopang dengan gelar Tuanku Kota Pinang.
• Kerajaan-kerajaan kecil dan tak mempunyai kekuatan diciptakan, misalnya kerajaan Merbau, Panai, Bila dan lain sebagainya dengan tujuan untuk memecah-mecah
kekuatan masyarakat Batak dalam kotak-kotak agama, wilayah dan kepentingan ekonomi.
• Kerajaan Dolok Silo dan Kahaen dipecah tiga.
• .Di Tanah Karo daerah pegunungan diciptakan Kerajaan Sibayak.
Pihak Gayo yang dimasukkan ke Aceh dan orang-orang Batak Karo serta Simalungun tidak dapat lagi membela perjuangan Dinasti Sisingamangaraja karena mereka menganggap dirinya masing-masing sudah berbeda kewarganegaraan. Pihak Belanda menguasai setiap check point, untuk mengisolir rakyat setiap kerajaan dan membatasi pelintas batas. Kekuatan ekonomi, praktis, dikuasi Belanda. Kekuatan Tanah Batak mencapai titik paling lemah.
1863 Pendeta Nomensen dari Sipirok memasuki Silindung. Pengkristenan Tanah Batak Utara dimulai dan dikerjakan dengan sangat sistematis. Target ke selatan Batak, daerah Batak Muslim, dikurangi. Dengan beking seorang raja, pontas Lumban Tobing, yang sudah pro Belanda, sebuah gereja pertama didirikan di Hutadaman, Silindung. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan)

1864-1866 Pangeran Parobatu, selama dua tahun, mengikuti Pendidikan Militer di XXV/Mukim, di Kesultanan Aceh. Setelah wisuda, pangeran juga membahwa oleh-oleh; Bantuan Pasukan Penempur dari Aceh, ke Bakkara.
1867 Penyakit Kolera menjangkiti lagi. Para tenaga medis Kerajaan gagal membendung epidemik ini. Yang Mulia Sisingamangaraja XI wafat karena kolera. Pangeran Parobatu naik tahta menjadi Sisingamangaraja XII dengan gelar Patuan Bosar. Akibat epidemik ini, intensitas misi pengkristenan bertambah tinggi. Rakyat yang frustasi berduyun-duyun mendatangi Christian Community di Hutadame.
1867-1884 Sisingamangaraja XII selama 17 tahun memerintah di Bakkara. Menurut penulis sejarah pro Belanda, Sisingamangaraja memerintah dengan tangan besi, untuk mempertahankan “Singgasana Batak Pagan Priest Kings” yang sudah memerintah selama 12 generasi paska Dinasti Sori Mangaraja. Informasi ini tentunya untuk pengalihan perhatian orang-orang Batak di masa mendatang yang akan merasa kehilangan penguasa Batak yang mereka cintai. Selanjutnya, para penulis itu menuduh Sisingamangaraja XII secara totaliter menentang Pemerintah Belanda, serta menentang infiltrasi dari Agama Kristen yang dibawa oleh pendeta-pendeta Jerman. Mereka menambahkan bahwa karena itulah orang-orang Batak yang sudah Kristen (dan lebih2 lagi yang sudah Islam) tentulah tidak mau mengakui seorang Batak Pagan Priest King. Belanda, dengan dendam kesumat atas kewibawaan Sisingamangaraja XII, sengaja menanam bibit perpecahan dan pertikaian di masyarakat untuk dipanen oleh generasi Batak di masa mendatang.
Paska Kemerdekaaan Indonesia, bibit itu melapuk dan tidak membuahkan hasil. Orang Batak hidup damai dalam toleransi beragama. Raja Huta, Pontas Lumbantobing di Saitnihuta, Silindung, menjadi antipode dari Sisingamangaraja XII, maharaja di wilayah huta-huta Batak. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan). Di tanah Batak Utara didirikan sekolah-sekolah dengan jumlah besar; Sekolah Dzending. Namun, demi misi imperialis, diskriminasi diterapkan. Anak-anak dari Sintua, tetua Gereja, mendapat prioritas masuk sekolah Zending. Untuk menjadi Sintua, seseorang harus membuktikan diri patuh terhadap Kristen. Orang-oranng tanah Batak Utara belomba-lomba menjadi Sintua. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan). Posisi Sisingamangaraja XII kehilangan legitimasi dan dukungan dari rakyatnya yang sudah Kristen karena sudah berlomba-lomba menjadi Sintua (idem). Penduduk Dairi, Pakpak dan
Simsim masih menjadi pengikut setia Sisingamangaraja XII. Dalam pertempuran dengan Belanda, Ibukota kerajaan yang sudah ditandai oleh tim penyusup sebelumnya menjadi sasaran empuk pasukan Belanda Serangan-serangan artileri memaksa Sisingamangaraja XII, dengan
pengawalan khusus dari rakyatnya orang-orang Gayo yang menjadi pasukan
komando dari Aceh, pasukan yang diberikan Kesultanan Aceh, mengungsi di Dairi dan melancarkan serangan dari hutan belantara sana. (1884-1907). Sementara itu panglima-panglimanya yang masih setia, melakukan upaya defensif untuk menahan laju tentara Belanda.
1869 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pendeta Ellys di Mandailing menemukan
beberapa hambatan-hambatan, serta penyebabnya, dalam misi pengkristenan. (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan) Aliran Baptist, merupakan kelompok yang sangat sedikit di dunia. Baptist melepaskan diri dari Gereja Roma Katolik, lebih dahulu daripada Protestan dengan
Martin Luther-nya pada tahun 1517. Baptis mengkristenkan orang-orang dewasa dengan cara menyemplungkan diri, seluruh badan, di dalam sungai Seperti halnya oleh Johannes Pembaptis sebelum Jesus Amerina Baptist Misson dan British Baptish Mission tidak mau lagi mendanai
Pendeta di Mandailing yang berpenduduk Muslim dan taat beragama. Menurut
Parlindungan, Dinasti Romanov, di Rusia beragama. Kristen Ortodoks Katolik. Akan tetapi di Ukraina terdapat sedikit aliran Baptist keturunan Belanda yang disebut; Mennoniets, karena mereka adalah keturunan dari Menno Simons. Baptist, Doopsgezinden, di Negeri Belanda
habis dibasmi oleh Protestan, di dalam periode 1568-1648. Orang-orang Baptist Belanda melarikan diri ke Ukarina. Di sana, mereka dilindungi oleh Dinasti Romanov, karena kepandaian mereka di bidang pertanian dan peternakan. Dinasti Romanov saat itu sedang asyik menanam pengaruh di Seluruh Asia, mulai dari Selat Dardanella, sampai ke Vladiwostok. Romanov kemudian mengatur kepergian Pendeta-pendeta Mennoniet dari Ukraina ke Mandailing 1869-1918. Gereja yang di Mandailing didirikan pada tahun 1838 dirombak dan diganti dengan Gereja
model Basilyk Rusia, lengkap dengan atas yang berbentuk “bawang” , 1869. Misi pendeta Mennoniet inipun berakhir karena jatuhnya Tsar Rusia yang dibantai oleh kaum Komunis. Pendeta Iwan Tissanov, pendeta yang teakhir dari aliran ini kemudian pindah ke Bandung. Keturunan pasukan Padri bermarga Lubis, Kalirancak Lubis dan Jamandatar Lubis, yang pernah merebut Toba dan menguasai Ibukota Bakkara, di bawah pimpinan Panglima Muhammad Faqih Amiruddin Sinambela, kemenakan S. M. Raja X, menjadi Kristen Protestan Luteran di HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Salah satunya adalah Martinus Lubis pahlawan Medan 1947.
1870 M Peta politik populasi Tanah Batak: Di Tanah Batak Selatan; 90% Beragama Islam, 10% lagi terdiri dari Muslim Syiah, Kristen Protestan dan Baptist. Di Tanah Batak Utara; 90% Beragama Monoteis Adat Sisingamangaraja (Parmalim atau Sipelebegu) dengan Sisingamangaraja sebagai Raja dan Pemimpin Agama dan Debata Mula Jadi Nabolon (Tuhan, Maha Pencipta serta Maha Agung) sebagai Tuhan. Sementara 10 persen lagi; Muslim dan Protestan di Silindung.
1873 Sebuah mesjid di Tarutung, Silindung, dirombak oleh Belanda. Haji-haji dan orang-orang Islam, kebanyakan, dari marga Hutagalung, diusir dari tanah leluhur dan pusaka mereka di Lembah Silindung. Belanda melakukan pembersihan etnis, terhadap muslim Batak. Kesabaran Sisingamagaraja XII sudah menipis, tindakan ofensif ditingkatkan. Pertempuran Tangga Batu II meletus. Sisingamangaraja XII terluka, kena tembak dan berdarah. Belanda mengumunkannya ke seluruh penjuru. Tujuannya, agar hormat dan kepercayaan orang-orang Batak terhadap raja
mereka, SM Raja XII, goyang. Di periode yang sama, dengan bala tentara yang lebih banyak, kebanyakan terdiri dari pasukan paksaan dari daerah-daerah jajahan lainnya; Halmahera, Madura dan Jawa, Belanda melumpuhkan kekuatan tempur SM Raja. Sisa-sia kekuatan hanya untuk
defensif. Dari dataran tinggi Humbang (sekarang di Kab. Humbang Hasundutan) Bakkara dibombardir dengan senjata Artileri Berat, namun Belanda masih takut untuk melakukan serangan infanteri.

1881 M Toba resmi diduduki Belanda. Di Balige ditempatkan Controleur B.B. Di Laguboti ditempatkan Detasement Tentara Belanda. Pendeta Pilgram di Balige dan Pendeta Bonn di Muara mulai mengkristenkan penduduk yang sudah menyerah dan tak berdaya. Sementara itu, tentara Belanda diperkuat dan Laguboti menjadi Garnizon Tetap. Pasukan SM Raja mulai kehilangan pasokan senjata dan amunisi dari dua pabrik senjata di kedua tempat tersebut, yang dibagun atas alih teknologi dari Kesultanan Aceh.

1882-1884 Sisingangaraja XII di ibukota Bakkara meningkatkan kewaspadaan mereka dalam sebuah upaya ofensif dan melakukan usaha mendeportasi elemen-elemen Belanda, yang menyusup jauh
dan membeberkan kelemahan kerajaan, dan Pendeta-pendeta Jerman keluar dari wilayah kedaulatan Tanah Batak. Yang Mulia, Patuan Bosar, menjanjikan uang sebanyak 300 ringgit burung untuk setiap orang yang memancung seorang pendeta Jerman dengan membawa bukti berupa kepala yang dipancung (Tuanku Rao; Ompu Parlindungan). Terutama Pendeta Bonn
di Muara, yang lalu lalang dan mengintai di daerah antara Bakkara dan Balige yang sudah terlalu dekat dengan pusat kekuasaan Patuan Bosar.
1883 Destor Nasution, putera dari Jarumahot Nasution alias Hussni bin Tuanku Lelo, menjadi pendeta. Tuanku Lelo merupakan salah satu panglima tentara Islam Padri yang merebut Bakkara di era S. M. Raja X. Destor merupakan orang Batak pertama yang ditahbiskan menjadi pendeta dari Marga Nasution. Ayah Tuanku Lelo merupakan Qadi Malikul Adil, Menteri
Kehakiman di pemerintahan Padri, dan orang Batak pertama yang naik haji ke Mekkah, 1790. Pasukan Sisingamangaraja XII dengan sisa-sisa kekuatannya melancarkan serangan frontal ke Muara. Tujuannya. Merebut kembali tanah Toba, dan mengusir Belanda di Laguboti. Pendeta Bonn dan Istrinya berhasil melarikan diri. Belanda membalas, Bakkara dikepung dengan bombardir artileri dan serang infanteri. Ibu kota Bakkara, hancur lebur. S.
M Raja hijrah ke Tamba dan mengatur serangan dari sana. Pasukan khusus dari Aceh masih setia melindungi ‘Sri Maharaja’ Patuan Bosar. Dukungan rakyat muncul kembali tatkala mendengar patriotisme Putri Lopian Boru Sinambela yang sejak usia 11 tahun selalu mendampingi ayahnya, S. M. Raja XII, Pahlawan Nasional Indonesia. Secara khusus sang putri selalu melakukan ritual untuk memintakan pertolongan dari Debata Mulajadi Na Bolon. Melihat opini rakyat yang mulai menentang, Belanda tidak terima. Karisma sang Putri di bendung dengan tangan besi. Pembicaraan mengenai S. M Raja dan putrinya akan mendapat hukuman penjara.
Akibatnya lambat laun rakyat lupa kembali, apakah rajanya masih berjuang atau tidak. Rakyat terintimidasi untuk berbicara mengenai rajanya. Perang Ideologi.
1884-1905 Padangsidempuan menjadi ibukota keresidenan Air Bangis.


1884-1907 Sisingamangaraja XII, Pahlawan Nasional Indonesia dengan heroik meneruskan perang melawan penjajah dari Dairi. Tanpa sedikitpun bantuan dari orang-orang Toba di Silindung yang menyibukkan diri untuk menjadi Sintua agar anaknya diterima sekolah di Zending.
1905 Ibukota Keresidenan Tapanuli dipindahkan ke Sibolga.
1907 Pasukan Sisingamangaraja XII bersama panglima dan pengawal pribadinya dari Aceh
terkepung di hutan belantara Dairi. Pertempuran berlangsung sangat sengit. Dalam upaya menolong putrinya yang terluka, Sisingamangaraja XII, gelar Patuan Bosar, Ompu Raja Pulo Batu, tewas diberondong Belanda. Jenazahnya dicincang dan dibuang begitu saja di hutan agar
tidak dilihat oleh warga Batak yang pasti akan menimbulkan kemarahan besar. Menurut sumber lain, Jenazahnya dikuburkan di Balige atau Parlilitan. Masih perlu didebatkan. Keturunan S.M. Raja yang masih hidup ditawan dan dijauhkan dari masyarakat untuk tidak memancing
pertalian emosi dengan warga Batak. Mereka di tawan dan dibuang ke
sebuah Biara terpencil. Di sana mereka mati satu per satu. Menurut cerita lain, sebelum mati mereka sudah dipabtis.
1912 Perkembangan Islam, yang tidak diperbolehkan Belanda untuk mengecap pendidikan, walau paska kebijakan balas budi, kemudian bangkit mendirikan Perguruan Mustofawiyah. Disinyalir sebagai sekolah pribumi pertama di tanah Batak yang sudah modern dan sistematis. Haji Mustofa Husein Purba Baru, dari marga Nasution, merupakan penggagas perguruan ini. Dia, yang dikenal sebagai Tuan Guru, merupakan murid dari Syeikh Muhammad Abduh, seorang reformis dan rektor Universitas Al Azhar. Lulusan perguruan Musthofawiyah ini kemudian menyebar dan mendirikan perguruan-perguruan lain di berbagai daerah di Tanah Batak. Di Humbang Hasundutan di tanah Toba, alumnusnya yang dari Toba Isumbaon mendirikan Perguruan Al Kaustar Al Akbar pada tahun 1990-an setelah mendirikan perguruan lain di Medan tahun 1987. Daerah Tatea Bulan di Batak Selatan merupakan pusat pengembangan Islam di Sumut.
1923 Arsip Bakkara diamankan pendeta Pilgram
1928 Jong Batak merupakan elemen sumpah pemuda. Orang-orang Batak tanpa beda wilayah, marga dan agama bersatu mengusir Belanda.
1945 Tanah Batak merupakan bagian dari Indonesia merdeka.
Sumber: http://pakkat.blogspot.com/2006/05/angka-tahun-sejarah-batak.html